Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) dan Bank Indonesia (BI) secara bersamaan menurunkan suku bunga acuannya pada Kamis, 19 September 2024. The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75-5,0%.
Pemangkasan suku bunga ini lebih besar dari ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan penurunan 25 bps. Sementara, BI mengambil keputusan serupa dengan menurunkan suku bunga acuan BI Rate dari 6,25% menjadi 6%. Selain itu, suku bunga Deposit Facility dipangkas menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75%.
Baca Juga
"BI memperkirakan peluang bagi the Fed untuk menurunkan suku bunga sebesar 75 bps pada tahun 2024, lebih tinggi dari proyeksi bulan sebelumnya sebesar 50 bps. Bank Indonesia juga menilai bahwa penurunan suku Bank Indonesia yang lebih cepat dibandingkan the Fed, didorong oleh kepastian terkait pemangkasan suku bunga di AS, penguatan Rupiah, inflasi yang rendah, serta kebutuhan untuk mendukung perekonomian, pembiayaan fiskal, dan sektor perbankan," kata Chief of Economist PT Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta, Rabu (25/9/2024).
Advertisement
BI memperkirakan pertumbuhan kredit akan mencapai batas atas target 10-12% untuk tahun 2024, dengan kontribusi signifikan dari sektor tersier dan industri yang menciptakan lapangan kerja. Belum ada indikasi dari BI untuk menurunkan GWM, tetapi Bank Indonesia mengungkapkan bahwa 'diskon GWM' sebesar 4% sejauh ini telah menambah likuiditas sebesar total Rp 256 triliun atau 3,4% dari dana pihak ketiga.
"Ini mengindikasikan GWM efektif sebesar 5,6% dibandingkan 9% dalam headline. BI memproyeksikan pertumbuhan PDB 5,1% untuk 2024 dan melihat potensi peningkatan ke arah 5,2% bahkan bisa lebih tinggi untuk 2025, didorong oleh belanja fiskal yang lebih agresif," tambah Rangga.
Sektor Pilihan
Sementara Head of Equity Research and Strategy Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer mengatakan, penurunan suku bunga sebesar 50 bps oleh The Fed membuka ruang untuk pemangkasan suku bunga acuan BI lebih lanjut.
Melihat pelonggaran kebijakan moneter dan fiskal, penguatan nilai tukar Rupiah, disertai dengan mash menariknya valuasi pasar saham, kami melihat peluang yang lebih tinggi bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk mencapai skenario bull-case Mandiri Sekuritas di 8.000 pada akhir tahun ini.
"Sektor-sektor yang cukup sensitif terhadap penurunan suku bunga dan penguatan nilai tukar Rupiah seperti keuangan, consumer staples, dan properti, serta saham-saham small-mid caps tetap menjadi pilihan kami," kata Adrian.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas,Handy Yunianto mengatakan, penurunan suku bunga akan berdampak positif terhadap pasar obligasi.
Ketika suku bunga mengalami penurunan, instrumen obligasi akan semakin diminati karena investor dapat memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan suku bunga. Tingkat imbal hasil obligasi yang cukup tinggi di Indonesia diminati bukan hanya oleh investor lokal, tapi juga asing.
"Hal ini Juga didukung oleh potensi pertumbuhan ekonomi yang baik, inflasi yang cukup rendah, tingkat utang yang terjaga, dan kondisi politik yang relatif stabil," kata dia.
Mandiri Sekuritas juga memproyeksikan pemotongan suku bunga BI masih akan terus berlangsung. Diperkirakan total 150 basis poin pemotongan suku bunga BI dalam siklus pelonggaran kali ini, yang akan membawa terminal suku bunga menjadi 4,75%, dengan total 75 basis poin kemungkinan akan dilakukan 2024. Hal ini akan mendekatkan suku bunga riil BI ke rata-rata jangka panjang sekitar 1,7%, turun dari 3,4% saat ini.
Advertisement
Akhirnya The Fed Pangkas Suku Bunga 50 Basis Poin, Jadi Segini
Sebelumnya, Komite Pasar Terbuka Federal Federal Reserve (FOMC) memangkas suku bunga pinjaman utamanya sebesar setengah poin persentase, atau 50 basis poin. Keputusan tersebut menurunkan suku bunga dana federal The Fed ke kisaran antara 4,75%-5%.
Sementara suku bunga tersebut menetapkan biaya pinjaman jangka pendek untuk bank, suku bunga tersebut meluas ke berbagai produk konsumen seperti hipotek, pinjaman mobil, dan kartu kredit.
Matriks ekspektasi masing-masing pejabat The Fed menunjukkan, mereka memperkirakan akan ada penurunan satu poin persentase penuh suku bunga lagi pada akhir tahun 2025 dan setengah poin pada 2026.
“Komite telah memperoleh keyakinan yang lebih besar bahwa inflasi bergerak secara berkelanjutan menuju 2 persen, dan menilai bahwa risiko untuk mencapai sasaran ketenagakerjaan dan inflasi secara kasar seimbang,” kata FOMC usai pertemuan suku bunga, dikutip dari CNBC International, Kamis (19/9/2024).
"Kami berusaha mencapai situasi di mana kami memulihkan stabilitas harga tanpa peningkatan pengangguran yang menyakitkan yang terkadang terjadi bersamaan dengan inflasi ini. Itulah yang kami coba lakukan, dan saya pikir Anda dapat menganggap tindakan hari ini sebagai tanda komitmen kuat kami untuk mencapai tujuan itu," ungkap Ketua The Fed Jerome Powell, dalam konferensi pers setelah keputusan suku bunga.
Ekonomi Solid
FOMC juga mencatat penambahan lapangan kerja telah melambat dan tingkat pengangguran telah meningkat tetapi tetap rendah.
"Pejabat FOMC menaikkan tingkat pengangguran yang diperkirakan tahun ini menjadi 4,4%, dari proyeksi 4% pada pembaruan terakhir pada bulan Juni, dan menurunkan prospek inflasi menjadi 2,3% dari 2,6% sebelumnya. Mengenai inflasi inti, komite menurunkan proyeksinya menjadi 2,6%, penurunan 0,2 poin persentase dari bulan Juni,” papar komite tersebut.
Keputusan penurunan suku bunga datang meskipun sebagian besar indikator ekonomi tampak cukup solid.
"Ini bukan awal dari serangkaian pemangkasan 50 basis poin. Pasar berpikir sendiri, jika Anda memangkas 50 basis poin, pemangkasan 50 basis poin lainnya memiliki kemungkinan besar. Namun saya pikir (Powell) benar-benar menggagalkan gagasan itu sampai batas tertentu,” kata Tom Porcelli, kepala ekonom AS di PGIM Fixed Income.
Advertisement