Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) memaparkan penyebab jumlah perusahaan yang catatkan saham perdana atau listing pada 2024 lebih rendah dari 2023.
Sepanjang 2024, ada 41 pencatatan saham perdana dengan total dana yang diraih mencapai Rp 14,3 triliun. Pencatatan saham perdana ini lebih rendah dari 2023. Saat itu, jumlah penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) mencapai 79 perusahaan dengan penghimpunan dana Rp 54,1 triliun.
Baca Juga
Dari 41 saham pendatang baru itu, sektor yang mendominasi meliputi sektor Consumer Cyclicals yang merupakan sektor dengan pencatatan saham tertinggi yakni 13 perusahaan dengan dana dihimpun mencapai Rp5,7 triliun.
Advertisement
Kemudian diikuti oleh sektor Basic Materials sebanyak 8 perusahaan dengan dana dihimpun mencapai Rp1,5 triliun dan sektor Energy sebanyak 6 perusahaan dengan dana dihimpun mencapai Rp5,6 triliun.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, permohonan pernyataan pendaftaran saham secara umum tidak menurun sepanjang 2024. Akan tetapi, beberapa perusahaan alami pembatalan pencatatan saham berupa penundaan dari calon perusahaan tercatat, maupun penolakan dari bursa sehubungan dengan concern bursa. Hal ini dilihat dari segi kondisi keuangan, operasional dan aspek hukum termasuk going concern atau kelangsungan usaha perusahaan.
Namun, ia menuturkan, aktivitas penerbitan obligasi dan atau sukuk serta instrumen efek lainnya di bursa meningkat. Nyoman mengatakan, hal ini menunjukkan perusahaan tetap memanfaatkan pasar modal dalam bentuk instrument pendanaan perusahaan yang berbeda yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
Pada 2024, BEI membukukan pencapaian penerbitan efek sejumlah 680 efek atau 200% dari yang telah ditargetkan (target 340 penerbitan efek). Pencapaian tersebut mengalami peningkatan 176% dari pencapaian jumlah penerbitan efek pada tahun 2023
Faktor Eksternal
“Kami memahami menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di BEI merupakan keputusan strategis bagi setiap perusahaan dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan. Keputusan tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal,” ujar dia, Selasa (31/12/2024).
Nyoman mengatakan, selain faktor internal, terdapat berbagai faktor eksternal yang pengaruhi rencana IPO perusahaan. Ini termasuk kinerja sektor, industri, kondisi makro ekonomi global dan domestik terutama terkait suku bunga dan inflasi, kebijakan pemerintah, geopolitik dan pemilihan umum (pemilu) yang dilaksanakan di lebih dari 70 negara pada 2024 dengan total representasi terhadap populasi dan GDP global masing-masing 54 persen dan 60 persen.
"Hal ini mengakibatkan para entrepreneur dan pengusaha tent to wait and see,” tutur dia.
Nyoman berharap dengan usai pemilu pada 2024 dan iklim politik yang kondusif setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dapat mendorong kepercayaan investor dan meningkatkan optimisme serta minat perusahaan untuk IPO dan tercatat di BEI.
Advertisement
BEI Targetkan 66 Perusahaan IPO pada 2025
Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman mengungkapkan BEI menargetkan 66 perusahaan untuk melakukan pencatatan perdana saham melalui penawaran umum atau IPO pada 2025.
“Targetnya adalah 66 IPO baru dengan target penambahan jumlah investor sebanyak 2 juta investor baru di tahun depan,” kata Iman dalam konferensi pers peresmian penutupan perdagangan BEI, Senin (30/12/2024).
Sepanjang 2024, BEI mencatat penurunan jumlah IPO dibandingkan tahun lalu. Hingga Desember 2024 sudah ada 41 perusahaan tercatat. Ada 21 perusahaan masih berada di dalam pipeline BEI dengan potensi penghimpunan dana hingga Rp 14,3 triliun.
Jumlah Investor
Selain target IPO dan jumlah investor, BEI juga menargetkan Rerata Nilai Transaksi Saham sebesar Rp 13,5 triliun per hari. Sepanjang 2024, Rerata Nilai Transaksi Harian Saham mencapai Rp 12,85 triliun, nilai ini meningkat sebesar 19,6 persen dibandingkan 2023 sebesar Rp 10,75 triliun.
Adapun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penghimpunan dana di pasar modal Indonesia melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai Rp 251,04 triliun dari 187 emisi per 27 Desember 2024. Nilai tersebut turun dibandingkan periode yang sama pada 2023, yaitu sebesar Rp 255,39 triliun dari 223 emisi.
Kapitalisasi Pasar Saham Sentuh Rp 12.264 Triliun, Naik 5,05 Persen hingga 27 Desember 2024
Sepanjang 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak dinamis. IHSG sempat menyentuh level terendah dan mencatatkan harga tertinggi baru pada 2024.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan IHSG merosot sebesar 3,25 persen secara year to date hingga 27 Desember 2024 yaitu ke level 7.036.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman mengungkapkan, meskipun mencapai level terendah, pada 2024, IHSG sempat menyentuh All Time High (ATH) atau harga tertinggi baru.
"Pada 19 September 2024, kita pernah mencapai all time high, yaitu level 7.905,” kata Iman dalam konferensi pers peresmian penutupan perdagangan BEI, Senin (30/12/2024).
Iman menambahkan, dari sisi kapitalisasi pasar juga sempat mencapai ATH pada 19 September 2024 yaitu mencapai Rp 13.475 triliun.
Adapun secara year to date, market cap atau kapitalisasi pasar saham menguat 5,05 persen dari 29 Desember 2023 sebesar Rp 11.674 triliun hingga 27 Desember 2024 sebesar Rp 12.264 triliun.
Adapun BEI mencatat, rata-rata nilai transaksi harian tumbuh hampir 20 persen menjadi Rp 12,85 triliun per hari. Termasuk transaksi surat utang Rp 1 triliun, non-saham Rp 4,38 triliun, single stock futures Rp 1,1 miliar, dan karbon Rp 19,73 miliar.
Selain itu untuk pencatatan saham baru (IPO), BEI mencatat penurunan jumlah dibandingkan tahun lalu. Sepanjang 2024 sudah ada 41 perusahaan tercatat dengan 21 perusahaan masih berada di dalam pipeline BEI dengan potensi penghimpunan dana hingga Rp 14,3 triliun.
Advertisement