Liputan6.com, Jakarta - Perdagangan saham pekan ini masih mencermati perkembangan sejumlah data ekonomi. Pada perdagangan 14-18 Oktober 2024, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas ( IPOT ), Dimas Krisna Ramadhani mengimbau para trader memantau 3 sentimen.
Sentimen itu yakni RDG Bank Indonesia, penjualan ritel bulanan AS (September) dana aliran dana asing ke IHSG. Pertama, sentimen RDG Bank Indonesia, di mana pada Rabu nanti Bank Indonesia akan mengumumkan tingkat suku bunga acuannya dan berdasarkan konsensusnya BI Rate diperkirakan kembali turun sebesar 25 basis poin ke level 5,75%.
Baca Juga
Keputusan ini sejalan dengan kebijakan yang dijalankan bank sentral global lainnya yang mulai menurunkan suku bunga acuannya seiring dengan tren penurunan inflasi yang terjadi. Sebagai referensi, Indonesia konsisten mengalami disinflasi sejak Maret tahun ini. Hal ini menggambarkan kemampuan daya beli masyarakat yang terus turun.
Advertisement
Sebagai langkah antisipatif, BI menjalankan kebijakan moneter ekspansif dengan menurunkan suku bunga acuannya demi memompa roda ekonomi.
Kedua, sentimen penjualan ritel bulanan AS (September), dimana data ini menggambarkan daya beli masyarakat di AS dan menjadi perhatian bagi pelaku pasar seiring dengan kekhawatiran terhadap perlambatan kondisi ekonomi di sana.
"Pada Kamis nanti, Penjualan Ritel AS untuk bulan September diprediksi akan mencatatkan pertumbuhan sebesar 0,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Selain data inflasi, Penjualan Ritel juga sering menjadi acuan bagi pemangku kebijakan di AS dalam merumuskan kebijakan untuk menjaga stabilitas perekonomian di sana,” kata Dimas dalam keterangan resmi, Senin (14/10/2024).
Ketiga, sentimen aliran dana asing ke IHSG, di mana sepanjang pekan lalu investor asing mencatatkan outflow dari IHSG sebesar Rp2,3 triliun di pasar regular. Nominal ini menurun dibandingkan periode yang sama pada pekan sebelumnya yang mencatatkan outflow sebesar Rp4,5 triliun di pasar regular.
Fokus Investor Asing
Dimas menjelaskan fokus investor asing selama 2 minggu terakhir adalah keluar atau melakukan penjualan di BBRI, dimana selama 2 minggu terakhir outflow di BBRI berkontribusi sekitar 60% dari total outflow yang terjadi di IHSG pada pasar regular. Diikuti oleh BBCA dan BMRI yang hanya berjumlah 30% dari total outflow yang terjadi di IHSG.
"Outflow yang terjadi di BBRI menjadi suatu hal yang diperhatikan pada saham bank pelat merah tersebut, mengingat jika kita tarik data outflow sejak 27 Maret silam di mana BBRI mulai mengalami penurunan dari level tertingginya, investor asing sudah mencatatkan outflow sebesar Rp26 triliun, berbanding terbalik dengan saham BBCA yang sama-sama berada di dalam sektor keuangan. BBCA justru mencatatkan inflow sebesar Rp1,7 triliun di pasar regular sepanjang periode yang sama,” kata dia.
Berkaca pada sentimen-sentimen di atas, PT Indo Premier Sekuritas merekomendasikan saham-saham ini untuk dipertimbangkan pada minggu ini hingga Jumat, 18 Oktober 2024.
Advertisement
Rekomendasi Saham
1. Buy on Breakout SMGR (Support 4.210, Resist 4.570).
Emiten ini breakout resistance disertai dengan lonjakan volume dow theory dimana volume mengonfirmasi trend/harga sahamnya serta sentimen potensi penurunan suku bunga di Rabu nanti mendorong permintaan semen. Apabila berhasil bertahan di atas 4200 maka SMGR mengalami perubahan trend jangka pendek dari sideways menjadi uptrend.
2. Buy on Pullback ISAT (Support 2.400, Resist 2.700).
Sentimen aksi korporasi Stock Split ISAT berpotensi membuat emiten ini mengalami kenaikan setelah ex-date-nya. Selain itu, emiten ini berada di area support sehingga memiliki risk to reward yang menarik.
3. Buy on Breakout BSDE (Support 1.215, Resist 1.430).
Emiten ini tertopang sentimen rencana penghapusan pajak properti dan penurunan suku bunga acuan BI pada Rabu nanti. Rebound dari area support disertai dengan lonjakan volume, BSDE berpotensi untuk melanjutkan penguatan.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Kinerja IHSG Pekan Lalu
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 7.520 atau menguat 0,33% dalam seminggu hingga akhir perdagangan, Jumat, 11 Oktober 2024.
Saat ini IHSG bergerak konsolidasi dengan range support di level 7400-7500 dan resistance 7600. Dimas menegaskan selama IHSG tidak keluar dari area konsolidasinya saat ini maka IHSG cenderung akan melanjutkan konsolidasinya hingga aliran dana asing mulai masuk Kembali ke IHSG.
"Jika melihat trend kenaikan yang terjadi pada indeks saham global seperti Dow Jones, S&P500, dan FTSE yang berhasil mencatatkan level tertinggi barunya pada minggu lalu maka IHSG juga berpotensi mengalami kenaikan dalam waktu dekat. Sebagai referensi pada Juli lalu, pergerakan indeks saham global mengalami kenaikan terlebih dahulu baru diikuti oleh kenaikan pada IHSG," terang Dimas.
Ia menambahkan sesuai poin yang ada pada Dow Theory menyebutkan "Indices Must Confirm Each Other"menggambarkan korelasi kinerja antar indeks satu dengan yang lainnya dan jika dihitung secara statistik korelasi pergerakan antara Indeks Dow Jones dengan IHSG sejak April 2020, hasilnya memiliki tingkat kesamaan kinerja bulanan sebesar 68% sepanjang 55 bulan terakhir.
"Artinya dalam 55 bulan terakhir hanya ada 18 bulan perbedaan kinerja bulanan antara Indeks Dow Jones dan IHSG, sedangkan 37 bulan sisanya kinerja bulanan IHSG dan Dow Jones memiliki korelasi yang positif,” ujar Dimas.
Advertisement
Gerak Sektor Saham
Penguatan IHSG pada pekan lalu 7-11 Oktober 2024 tertopang 2 top gainers yakni IDX Property dan IDX Technology. IDX Property naik 4,4% dalam sepekan kemarin seiring dengan sentimen program pembangunan 3 juta rumah yang digagas presiden terpilih Prabowo Subianto dan siap digarap oleh Asosiasi Real Estate Indonesia.
Prabowo juga berencana untuk menghapus pajak properti atau perumahan yang saat ini sebesar 16 persen. Pajak yang akan dihapus adalah PPN 11% dan BPHTB 5%. Ini menjadi katalis positif bagi sektor properti untuk meningkatkan permintaan terhadap produk perumahan, tetapi pemerintah juga harus memerhatikan dari sisi daya beli masyarakat yang terus turun sepanjang tahun ini.
"Salah satu caranya dengan membuka lapangan pekerjaan tambahan dan pengurangan jumlah potongan pada penghasilan kelas menengah sehingga daya beli masyarakat dapat bertambah dan berimbas positif terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata dia.
Sementara itu, IDX Technology dalam sepekan kemarin naik sebesar 2,42% yang disebabkan penguatan saham Bukalapak. Sayangnya, IHSG pekan lalu tidak bisa melaju kencang karena tersandera 2 top losers yakni IDX Industrials dan IDX Energy.
Sektor Saham Lainnya
IDX Industrials turun 0,98% dalam sepekan kemarin yang disebabkan penurunan saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di sektor ini yaitu, ASII. Saham induk grup Astra tersebut melemah 1,46% sepanjang minggu lalu seiring dengan aksi jual yang dilakukan investor asing di saham tersebut. Foreign outflow pada ASII tercatat sebesar Rp 156 miliar di pasar regular sepanjang minggu lalu.
Sementara itu, IDX Energy dalam sepekan kemarin turun sebesar 0,77% yang disebabkan penurunan saham-saham energi seperti oil and gas dan batu bara. Sektor energi tersengat sentimen negatif usai pengumuman penundaan stimulus tambahan oleh pemerintah China pada Selasa lalu.
Apabila stimulus ini berjalan maka aktivitas ekonomi di China akan mengalami ekspansi dan kebutuhan akan energi meningkat. Indonesia sebagai salah satu negara eksportir komoditas terbesar ke China akan mendapatkan keuntungan.
"Apabila stimulus kembali berjalan, maka permintaan komoditas energi Indonesia akan mengalami kenaikan seperti batu bara dan minyak mentah dan emiten dalam sektor energi akan mendapatkan keuntungan dalam hal ini," jelas Dimas.
Advertisement
Sentimen Pekan Lalu
Adapun tiga sentimen utama yang memengaruhi market pada minggu lalu 7 - 11 Oktober 2024, yakni penundaan stimulus tambahan oleh pemerintah China, inflasi tahunan AS September dan PPI bulanan AS (September).
Terkait sentimen penundaan stimulus tambahan oleh pemerintah China, pada Selasa lalu reli saham-saham di bursa saham China setelah kembali buka dari liburan selama seminggu mulai mereda. Pasalnya pelaku pasar mempertanyakan tekad pemerintahnya untuk menambah lebih banyak stimulus.
Hal ini terjadi setelah para pejabat perencana ekonomi utama China—Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) mengumumkan tidak memberikan stimulus besar pada konferensi pers pada hari tersebut.
"Setelah berita ini rilis, indeks saham global mengalami volatilitas yang besar salah satunya indeks Shanghai yang ditutup menguat lebih dari 4% dibandingkan hari sebelumnya, namun turun dalam dari harga pembukaannya karena terjadi gap up,” ulas Dimas.
Selanjutnya sentimen inflasi tahunan AS September, pada Kamis lalu inflasi tahunan AS September tercatat mengalami penurunan ke level 2,4%. Capaian ini lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar 2,5% namun di atas konsensusnya yang sebesar 2,3%.
Penurunan Inflasi
"Penurunan inflasi ini disebabkan oleh penurunan pada harga bensin. Inflasi AS September menjadi capaian terendah sejak Februari 2021, dan konsisten mengalami penurunan sejak Maret lalu. Target inflasi yang ditetapkan oleh The Fed adalah sebesar 2% di 2024 ini, sehingga capaian inflasi bulan September ini semakin mendekati target The Fe,” kata Dimas.
Sementara itu terkait sentimen PPI bulanan AS (September), pada Jumat lalu data inflasi AS juga rilis dari sisi produsen. PPI bulanan AS September tercatat tidak mengalami perubahan untuk September meskipun penurunan pada harga bensin. Capaian bulan ini lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,2%.
"Indikator ini juga menjadi indikator yang digunakan The Fed dalam pertimbangan keputusan suku bunga acuannya. Penilaian pelaku pasar terhadap data ini pun sama dengan inflasi tahunan dari sisi konsumen, di mana apabila data yang keluar ternyata hasilnya terlampau rendah maka akan memberikan kekhawatiran terhadap melemahnya kondisi ekonomi AS,” kata Dimas.
Advertisement