RI Stop Ekspor Mineral, Ini Rekomendasi Sektor Saham Tambang

Pemerintah menetapkan larangan ekspor mineral mulai 12 Januari 2014 memberikan sentimen negatif untuk kinerja emiten sektor tambang mineral.

oleh Agustina Melani diperbarui 16 Jan 2014, 09:30 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2014, 09:30 WIB
ihsg-130919b.jpg
Pemerintah menetapkan larangan ekspor mineral mulai 12 Januari 2014 akan berdampak terhadap kinerja emiten sektor tambang khususnya yang mengekspor mineral. Meski demikian, langkah strategi emiten diharapkan dapat mengurangi dampak negatif tersebut.

Kepala Riset PT Trust Securities, Reza Priyambada mengatakan, penerapan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara ini sempat direspon negatif oleh pelaku pasar. Dengan larangan ekspor mineral itu akan berdampak terhadap kinerja emiten tambang.

"Persepsi pasar  melihat pelarangan itu akan membuat keuntungan emiten tambang terganggu," kata Reza.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks sektor saham tambang turun 4,8% secara year to date (ytd). Pemerintah pun mengeluarkan sejumlah "relaksasi" untuk tambang mineral sambil memberikan disintesif dengan bentuk bea keluar. Kementerian Keuangan telah mengeluarkan regulasi bea keluar dengan tarif antara 20%-60% untuk enam jenis barang mineral.

Enam jenis barang mineral itu antara lain konsentrat tembaga yang kadarnya di atas 15%, konsentrat besi kadarnya di atas 62%, konsentrat mangan di atas 49%, konsentrat timbal yang kadarnya di atas 57%.

Selain itu, konsentrat seng yang kadarnya di atas 52% dan konsentrat besi iluminante yang kadarnya di atas 58%, dan konsentrat titanium yang kadarnya di atas 58%. Regulasi ini berlaku selama tiga tahun.

"Pemerintah memberikan relaksasi atau kelonggaran terhadap bahan mineral turut memberikan respon positif," kata Reza, saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Kamis (16/1/2014).

Reza mengakui, tujuan pelarangan ekspor mineral dan bea keluar mineral ini cukup baik untuk Indonesia. Pelarangan ekspor mineral dapat membatasi eksplorasi bahan mineral yang berlebihan. Dengan pelarangan ekspor mineral juga membuat persediaan barang tambang mineral menjadi terbatas, hal ini dapat membuat harga komoditas termasuk mineral akan naik.

"Kalau tanggapan pasar di luar negeri dengan penerapan undang-undang minerba maka harga kontrak tambang di pasar berjangka global menjadi naik," ujar Reza.

Sementara itu, pengamat pasar modal Robin Setiawan menuturkan, pengusaha tambang mineral dan emiten memang seharusnya sudah mengantisipasi UU Minerba itu. Emiten dan pengusaha tambang mineral diharapkan dapat memanfaatkan pasar domestik untuk penjualan tambang mineral. Apalagi industri dalam negeri juga akan banyak membutuhkan bahan mineral seperti bijih besi.

Analis PT Samuel Sekuritas, Yualdo Prawiro dalam risetnya menyebutkan, larangan ekspor mineral mentah tetap berpengaruh negatif terhadap PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Perseroan memiliki porsi ekspor bijih nikel mencapai sekitar 27% dari total pendapatan perseroan.

Pihaknya pun masih mempertahankan rekomendasi underweight untuk sektor metal. Dalam riset PT Samuel Sekuritas melihat, PT Aneka Tambang Tbk akan berpotensi kehilangan seluruh pendapatan dari penjualan bijih nikel sehingga memberikan potensi downside. Sedangkan PT Vale Indonesia Tbk seharusnya tidak terkena dampak dari larangan ekspor mineral mentah karena produknya telah berupa olahan yang telah melebihi syarat yang ditentukan.

"Kami masih mempertahankan rekomendasi underweight untuk sektor metal," ujar Yualdo dalam risetnya.

Rekomendasi Saham

Dalam riset PT Samuel Sekuritas, PT Aneka Tambang Tbk mendapatkan proyeksi earning per share (eps) 2014 di level Rp 31 dan price earning 2014 di level 32,16. Target harga Rp 940 dengan rekomendasi jual.

Sementara itu, saham PT Vale Indonesia Tbk (VALE) dengan eps Rp 85 dan pe 2014 di level 26,02. Target harga Rp 2.150 dengan rekomendasi hold. (Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya