The Raid 2 dan Guardian di Luar Harapan, Tren Film Laga Batal

Raihan The Raid 2: Berandal dan Guardian rupanya kurang memuaskan. Film horor dan film Raditya Dika lebih disukai.

oleh Ade Irwansyah diperbarui 12 Mei 2014, 17:10 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2014, 17:10 WIB
'Guardian', Satu Lagi Film Action Lokal Bergaya Hollywood
'Guardian', Satu Lagi Film Action Lokal Bergaya Hollywood

Liputan6.com, Jakarta Semula, banyak orang pasti mengira tahun 2014 akan menjadi tahun bagi film laga. Bagaimana tidak, tahun ini kita disuguhi The Raid 2: Berandal, sekuel paling ditunggu dari The Raid yang fenomenal di tahun 2012.

Selepas The Raid 2, muncul pula Guardian, film aksi karya Helfi Kardit. Guardian digadang-gadang tak kalah heboh aksinya. Begitu pula bintangnya. Jika The Raid 2 punya Iko Uwais dan kawan-kawan, Guardian punya Sarah Carter yang diimpor dari Hollywood--

mengingatkan kita pada tren di tahun 1980-1990an saat Cindy Rothrock dan beberapa bintang Hollywood kelas B lainnya diundang main film di sini.

Jika The Raid 2 dikatakan menghancurkan 10 mobil dan sebuah halte busway, Guardian dibilang menghancurkan 20 mobil dan sebuah rumah.

Sudah jadi tradisi di jagad perfilman kita, saat satu film sukses ditonton banyak orang, produser biasanya akan mengekor bikin film sejenis. Dari sini tren terjadi. Anda mungkin ingat saat awal 2000-an Jelangkung memicu tren film horor urban, dan Ada Apa dengan Cinta? bikin tren film bertema cinta remaja.

Apa tren yang sama terjadi dengan genre film aksi?

Hm, sepertinya sih tidak. Film bergenre aksi malah hasilnya di bioskop di luar ekspektasi--untuk tidak mengatakan mengecewakan. Tengok saja, The Raid 2: Berandal hingga saat ini "baru" mengumpulkan hampir 1,5 juta penonton. Jumlah ini masih kurang sedikit dari perolehan The Raid pertama yang rilis 2012 dan meraih 1,8 juta penonton. Angka itu kemungkinan takkan terlampaui mengingat The Raid 2 tinggal tersisa di satu bioskop di Jakarta (dua show sehari) dan di Gorontalo (empat show sehari). The Raid 2 hingga kini belum mampu menggeser Comic 8 di puncak tangga box office film Indonesia tahun ini (1,6 juta penonton). 

Bagaimana dengan Guardian?

Sarah Carter--yang di Hollywood sana pernah membintangi Final Destination 2 dan serial Falling Skies--rupanya tak menjadi "the next bidadari berambut emas" alias Cindy Rothrock berikutnya. Sarah Carter tak cukup mampu mengalahkan kedigdayaan Spider-Man di The Amazing Spider-Man 2: Rise of Electro.

Hingga awal pekan ini, Guardian ditonton tak sampai 75 ribu penonton. Guardian yang rilis sejak 30 April malah tersalip oleh film yang dibintangi dan disutradarai Raditya Dika, Marmut Merah Jambu. Film Marmut Merah Jambu yang rilis 8 Mei sudah mengumpulkan 180 ribu penonton.

Yang menarik dicermati pula, penonton kita ternyata masih lebih suka nonton film horor ketimbang film aksi. Buktinya, film horor Oo Nina Bobo dan Mall Klender masih lebih diminati ketimbang Guardian. Mall Klender (rilis 24 April) sudah mengumpulkan 275 ribu penonton, sedang Oo Nina Bobo (rilis 20 Maret) sudah mengumpulkan 290 ribu.

Angka-angka di atas bicara apa?

Well, melihat genre film aksi ternyata kurang diminati, produser lain tampaknya akan berpikir ulang bila ingin membuat film jenis itu. Film aksi--yang mensyaratkan menghancurkan banyak benda--tentu butuh bujet lebih banyak untuk membuatnya. Jika kemudian filmnya tak banyak ditonton risiko rugi sudah di depan mata.

Jika sudah begitu, produser lebih pilih cari aman bikin film horor berbujet murah; atau kita bakal lebih sering melihat Raditya Dika main film seperti tahun lalu dia main tiga film (Cinta Brontosaurus, Cinta Dalam Kardus, dan Manusia Setengah Salmon). (ade/fei)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya