Puisi Almarhum Pepeng untuk Istrinya Ini Bakal Buat Anda Menangis

Sebagai bentuk romantisisme Pepeng pada istrinya suatu kali ia menulis puisi cinta. Membaca puisi cintanya Anda bisa menangis haru.

oleh Ade Irwansyah diperbarui 08 Mei 2015, 18:30 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2015, 18:30 WIB
Komedian Pepeng Berpulang
Dunia komedi Tanah Air kembali kehilangan seniman seniornya. Ferrasta Soebardi atau lebih akrab disapa Pepeng Jari-jari meninggal dunia di RS Puri Cinere, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/5/2015) sekitar pukul 10.02 WIB. (Liputan6.com/Panji Diksana)

Liputan6.com, Jakarta Pepeng Ferrasta telah meninggalkan kita Rabu (6/5/2015) kemarin. Tuhan rupanya lebih sayang komedian itu dan tak ingin melihat dia menderita lebih lama.

Presenter kuis fenomenal Jari-jari itu menderita penyakit langka multiple sclerosis sejak lama. Akibat penyakit itu, Pepeng pun harus menjalani hari-harinya di atas tempat tidur.

Meski begitu, selama sakit Pepeng menunjukkan ketegarannya. Ia tampak kuat dan tak putus asa menghadapi penyakit yang belum ada obatnya.

Selain semangat dan pantang putus asa, ada hal lain yang juga patut diteladani dari Pepeng. Yakni rasa cinta antara ia dan istrinya, Utami Mariam Siti Aisyah. Penyakit yang diderita Pepeng tak melunturkan rasa cinta di antara suami-istri ini.

Sebagai bentuk romantisisme Pepeng pada istrinya suatu kali ia menulis puisi cinta. Membaca puisi cintanya Anda bisa menangis haru.

Berikut isi puisinya.

Puisi Pepeng untuk Istrinya

Air Mata Istri Pecah Saat Kedatangan Jenazah Pepeng di Rumah Duka
Air mata Utami,istri komedian Ferrasta Soebardi alias Pepeng, tak berhenti mengalir saat beberapa keluarga memberinya pelukan di rumah duka di kawasan Cinere, Depok, Rabu (6/5/2015). Pepeng meninggal dunia di usia 60 tahun. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Puisi Pepeng untuk istrinya.

Dua orang mahasiswa mengikat cinta dalam perkawinan untuk menghindari berbagai hubungan yang dilarang Sang Khalik.

Hari itu, 30 Oktober 1983, si pria 29 tahun dan gadisnya 22 tahun. Dua orang mahasiswa mengikat cinta dalam perkawinan untuk mendapat keturunan sepeti yang diperintahkan Sang Khalik.

Anak pertama lahir, si bapak mengurus, menjaga malam hari, mengganti popok, dan memandikan, si ibu menyusui. Mereka masih muda dan saling mencinta. Si pria 32 tahun dan kekasihnya 25 tahun.

Si pria sudah sarjana, setelah 10 tahun, setelah mempunyai anak dua. Mereka masih muda dan saling mencinta, si pria 34 tahun dan kekasihnya 27 tahun.

Si pria sudah bekerja, kekasihnya sudah sarjana, anak mereka sudah empat. Hari itu mereka memasuki rumah yang diidamkan oleh setiap keluarga. Mereka masih bugar dan saling mencinta. Si pria 42 tahun dan kekasihnya 35 tahun.

Hari ini si pria 54 tahun, ia tergeletak karena sakitnya didampingi oleh kekasihnya yang 47 tahun, tidak muda lagi menjelang ulang tahun perkawinan mereka yang ke-25.

Dalam sakitnya, berkelebat semua kenangan dengan kekasihnya. Dalam sakitnya ia menulis untuk kekasihnya:

“Dik Uta,” demikian panggilan kesayangan sang pria setelah sakit untuk kekasihnya yang bernama Utami.

Saya tidak akan pernah lupa ketika awal penyakit itu datang kamu menenangkan saya dengan kata-kata, “Kita sedang menjalani peran baru.”

Subhanallah, Dik Uta, kata-kata itu sangat menjadi inspirasi untuk saya menjalani sakit saya. Saya selalu berdoa, “ Ya Allah berilah kecerdasan untuk kami agar kami selalu melihat semua ketetapan-Mu melalui sudut pandang yang membahagiakan.”

Peran baru, itu adalah salah satu sudut pandang yang cerdas dan membahagiakan.

Ah, Dik Uta, terlalu banyak dan panjang jika saya tulis betapa besar rasa terima kasih atas ketegaranmu menjalani peran baru ini.

Saya tahu Dik Uta sedih, tapi kamu tetap tegar.

Saya tahu Dik Uta takut, tapi kamu tetap tegar.

Saya tahu Dik Uta lelah, tapi kamu tetap tegar, mengurus saya, membersihkan dan membalikkan bada saya setiap satu jam di malam hari.

Saya tahu Dik Uta ingin jalan-jalan untuk menghilangkan jenuh, tapi kamu tetap tegar mendampingi saya karena saya tidak bisa ditinggal terlalu lama sendiri.

Saya tahu Dik Uta selalu mengharapkan kata-kata cinta dari saya, tapi kamu tetap tegar walau kamu tak pernah mendengar kata-kata itu.

Hari ini kamu akan mendengar dari mulut saya.

"Dik Uta, aku cinta kamu tanpa batas. "

"Saya akan selalu bahagiakan kamu tanpa batas. "

"Saya akan selalu ada untuk kamu tanpa batas. "

Kelak kalau saya sudah bisa jalan, kita akan pergi kemana pun kamu mau, yang selama ini tidak pernah kita lakukan.

Dik Uta, pikirkanlah yang terbaik tentang cita-cita kita, karena Allah berfirman, "Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku."

Februari, 2009

Pepeng Ferrasta

(Ade/Mer)

UPDATE: Artikel tentang Pepeng ini semula memuat foto yang salah. Pembetulan sudah dilakukan, dan kami mohon maaf atas kesalahan yang terjadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya