Sepenggal Kisah Gedung PT Pelni di Surabaya

Gedung PT Pelni di Surabaya, Jawa Timur sudah berdiri sejak 1932.

oleh Liputan Enam diperbarui 06 Sep 2019, 04:00 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2019, 04:00 WIB
pelni
Tampak depan, bangunan kuno ini sangat kokoh dan terawat, namun tidak pada bagian belakang. (foto: Liputan6.com/ edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Jakarta - Kota Surabaya, Jawa Timur dikenal sebagai daerah kawasan wisata yang patut untuk diperhitungkan. Di Kota Pahlawan ini ada sejumlah wisata yang dapat dilakukan mulai wisata sejarah, kuliner, alam, dan lainnya.

Untuk wisata sejarah, Surabaya memiliki sejumlah pilihan yang dapat dilakukan mulai dari keliling kota tua, jalan-jalan di sejumlah kawasan yang banyak bangunan sejarah peninggalan Belanda, dan bisa juga keliling museum.

Surabaya merupakan salah satu kota yang kaya bangunan sejarah peninggalan Belanda. Sejumlah bangunan peninggalan Belanda tersebut masih ada yang bertahan hingga ini. Salah satunya gedung PT Pelni.

Gedung PT Pelni mulai dibangun pada 1931. Pada saat itu proses pembangunannya memakan waktu selama dua tahun. Kemudian pada 1932, barulah bangunan ini berdiri dengan tegaknya.

Pada awalnya, Gedung PT Pelni bernama Stoomvaart Maatschappij Nederland (SMN). Sebelumnya, SMN merupakan sebuah perusahaan pelayaran samudera yang berdiri sejak 1870.

Mengutip dari berbagai sumber,  perusahaan SMN dibangun untuk menyelenggarakan pelayaran dari Belanda menuju Hindia-Belanda, begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, ketika masa pendudukan Jepang tempat ini berubah fungsi menjadi Kantor Berita Domei.

Di gedung ini pula, pada Jumat, 17 Agustus 1945 berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diterima oleh Markonis Yacob. Dengan cepatnya berita tersebut menyebar dan  diterima sampai ke seluruh wilayah Jawa Timur, walaupun pada saat itu Jepang menyensor berita tersebut.

Ketika kemerdekaan Indonesia telah diraih, beberapa kali gedung SMN beralih fungsi dan juga kepemilikan. Pada 1959, bangunan tersebut dimiliki oleh perusahaan Central Trading Company.

Selanjutnya, pada 1964 gedung itu dipergunakan sebagai perusahaan pelayaran PT Jakarta Lloyd. Sampai akhirnya pada 1991 gedung itu dibayar oleh PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI).

Singkat cerita, gedung yang berada di Jalan Pahlawan No.114, Krembangan, Kota Surabaya, Jawa Timur itu menjadi kosong dan tak berpenghuni. Hal itu terjadi setelah bangunan baru PT PELNI yang ada disampingnya telah rampung dibangun menjadi gedung yang lebih tinggi dan juga besar.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Gagahnya Jembatan Merah

Asal-usul Nama Jalan Gunungsari Surabaya yang Bakal Diganti Nama Siliwangi
Patung Suro lan Boyo ikon Kota Surabaya karya Sigit Margono. (Dipta Wahyu/Jawa Pos)

Sebelumnya, Surabaya, Jawa Timur memiliki segudang saksi bisu perjuangan para pahlawan. Salah satunya Jembatan Merah, di Jalan Kembang, Surabaya, Jawa Timur.

Kalau dilihat sekilas, jembatan ini sepertinya biasa saja, hanya jembatan yang berwarna merah. Namun, sebenarnya jembatan tersebut menyimpan banyak sekali sejarah.

Pada masa penjajahan, jembatan merah dianggap sebagai lokasi yang penting, karena merupakan satu-satunya akses transportasi perdagangan yang melewati Kalimas dan Gedung Residensi Surabaya.

Jembatan ini menjadi bukti Belanda hampir menguasai sebagian wilayah Surabaya. Pada saat itu, penjajah Belanda meminta hak klaim atas beberapa daerah pantai utara di Surabaya yang dianggapnya komersil.

Salah satunya adalah kota pelabuhan Surabaya yang dianggap sangat berpotensi jadi Surabaya menjadi kota dagang yang tersibuk pada saat itu yang di kuasai oleh penjajah Belanda.

Jembatan Merah juga menjadi saksi dari pertempuran 10 November 1945. Yaitu pertempuran antara rakyat Surabaya-Indonesia dengan Sekutu dan Belanda yang hampir menguasai lagi wilayah Surabaya.

Mengutip dari buku berjudul Travelicious karangan Ariyanto, disebut jembatan merah merupakan jembatan legendaris yang menjadi saksi bisu salah satu pertempuran paling seru di Jawa, antara arek-arek Surabaya dengan penjajah.

Pertempuran terjadi pada 10 November 1945, yang mengakibatkan Brigadir Jenderal Mallaby, salah satu petinggi penjajah, tewas. Ketenaran Jembatan Merah juga terekam lewat lagu perjuangan.

"Secara fisik, tidak terlalu istimewa bila kita melintas. Hanya sejarahnya yang membuat jembatan ini istimewa. Fisik bangunan jembatan ini melintas di Kali Mas antara Jalan Rajawali dengan Jalan Kembang Jepun,” seperti dikutip dari buku tersebut.

Pada saat itu, Belanda merenovasi besar-besaran jembatan merah. Pagar pembatas jembatan yang membatasi badan jembatan dengan sungai diganti. Yang tadinya menggunakan bahan kayu, kemudian diganti dengan besi. Warna merah dari jembatan tersebut menjadi ciri khasnya.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya