Jadi Pembicara di Turki, Risma Cerita Tutup Lokalisasi Dolly

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) mengakui sulitnya hadapi tantangan saat jadi wali kota pada tahun pertama.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 12 Des 2019, 19:30 WIB
Diterbitkan 12 Des 2019, 19:30 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) menjadi pembicara di forum internasional di Turki. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) memaparkan sejumlah program yang telah dilakukan untuk membangun Surabaya, Jawa Timur.

Tri Rismaharini menyampaikan, hal itu saat menjadi keynote speaker pada forum bertajuk ‘International Forum of Women in Local Government atau Forum Internasional Perempuan dalam pemerintah daerah.

Acara ini diikuti sekitar 3.000 peserta yang terdiri dari kurang lebih 27 pemimpin perempuan di dunia, politikus, akademisi serta masyarakat dari berbagai kota di Turki.

Bahkan, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan juga hadir dalam forum tersebut. Risma dipilih mewakili para pemimpin perempuan yang dinilai sukses dalam pemerintahan.

Dalam forum tersebut, Risma memaparkan keberhasilannya dalam menerapkan berbagai program pemberdayaan dan perlindungan hak-hak perempuan dalam membangun Kota Surabaya.

Dari sekian banyak program yang dilakukan, Risma lebih banyak membahas tentang program pemberdayaan perempuan, yakni penutupan eks Lokalisasi Dolly dan Pahlawan Ekonomi (PE).

“Pada tahun pertama saya sebagai Wali Kota Surabaya 2010 lalu, itu adalah saat yang sulit karena harus menghadapi tantangan besar. Mulai dari banjir, perbaikan lingkungan, infrastruktur, kemiskinan, sampai trafficking," kata perempuan kelahiran Kediri ini di ATO Congresium, Ankara Turki, Kamis (12/12/2019).

Risma mengatakan, untuk memecahkan masalah trafficking atau perdagangan manusia, harus dicari akar persoalan. Ternyata, diketahui harus menutup semua tempat prostitusi di enam lokasi Surabaya. Sebab, hampir tiap bulan, ia harus bekerja dengan kepolisian untuk menangani kasus perdagangan manusia yang melibatkan perempuan dan anak-anak.

"Di situ saya mengambil keputusan serius dan berisiko menutup semua prostitusi satu per satu. Saya menyadari betapa besarnya dampak buruk terhadap kehidupan orang di sekitarnya, terutama pada anak-anak,” ujarnya.

Alhasil, penutupan eks lokalisasi mulai dilakukan sejak 2012 secara bertahap. Selain memikirkan proses penutupan, wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga harus memberikan solusi bagi warga terdampak penutupan tersebut. Mulai dari pekerja seks, mucikari, penyanyi karaoke hingga tukang parkir.

"Saya terus berjalan dengan menyiapkan mereka semua untuk dibekali pelatihan keterampilan dan memulai bisnis baru. Mengalihkan pekerjaan mereka dengan usaha yang baru,” tutur Tri Rismaharini.

Wali kota yang sekaligus menjabat Presiden United Cities and Local Government (UCLG) Asia Pasific (Aspac) ini memastikan, sekarang enam wilayah eks lokalisasi itu telah berubah. Area yang dahulunya ladang prostitusi, kini disulap menjadi tempat kreatif.

"Sekarang wilayah itu sudah tumbuh menjadi tempat kreatif, di mana banyak bisnis lokal dapat tumbuh. Usahanya macam-macam, ada batik, makanan, dan banyak lagi,” kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Program Pahlawan Ekonomi

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bersama Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Surabaya menghadiri sekaligus membuka acara Papua Festival 2019 yang bertajuk Life, Art, Culture. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Di samping pemberdayaan untuk warga terdampak penutupan eks lokalisasi, Risma juga memiliki program lain untuk menekan angka kemiskinan. Yakni, dengan cara memberdayakan ibu-ibu rumah tangga. Dia menuturkan, pada 2010 angka kemiskinan sekitar lebih dari 20 persen.

"Itulah mengapa saya mengundang ibu-ibu dari keluarga miskin untuk mengambil bagian dalam program Pahlawan Ekonomi (PE)," kata dia.

Di program tersebut, para ibu rumah tangga diajarkan menjadi pengusaha dan menjadi pahlawan bagi keluarga mereka masing-masing. Dia mengatakan, banyak sekali tahapan pelatihan yang diberikan di program itu, mulai dari pelatihan pembuatan produk, cara pengemasan (packaging), sampai pemasaran dengan memanfaatkan arus digital.

"Dimulai dengan hanya 89 grup di tahun 2010, sekarang kami memiliki lebih dari 11 ribu kelompok usaha kecil dan menengah yang dikelola oleh perempuan," ujar dia.

Di samping itu, Risma juga menjelaskan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, saat ini ada sekitar 45 persen pejabat perempuan. Bagi dia, melihat banyaknya masalah sosial yang tengah terjadi di masyarakat, juga membutuhkan sosok pemimpin perempuan. "Perempuan itu punya cara khas sendiri untuk menyelesaikan setiap persoalan,” imbuhnya.

Dia menuturkan, pemimpin perempuan dapat melakukan hal-hal secara lebih rinci, mendengarkan lebih banyak. Bahkan, semua itu adalah modal perempuan dalam memimpin dengan hati.

"Membuat keputusan berdasarkan kebutuhan, mengambil tindakan segera kapan pun diperlukan. Atau dengan kata lain, memimpin dengan belas kasih," terangnya.

Ia menambahkan, jika semua pemimpin perempuan dapat memimpin dengan belas kasih, maka dapat memberikan teladan yang baik bagi generasi penerus. Sebagai pemimpin perempuan, Risma berharap setiap perempuan itu dapat mencapai tingkat jabatan tertingginya. 

"Sebagai pemimpin perempuan, saya yakin setiap perempuan dapat mencapai jabatan tertinggi dan dapat membangun masa depan yang berkelanjutan,” pungkasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya