Ikatan Dokter Anak Jatim Belum Rekomendasikan Pembelajaran Tatap Muka

Selain zona risiko, ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan membuka sekolah.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Nov 2020, 23:00 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2020, 23:00 WIB
Melihat Penerapan Sekolah Tatap muka di Tangsel
Suasana sekolah tatap muka di SDIT Nurul Amal, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, Senin (16/11/2020). Proses belajar secara tatap muka atau luring ini menggunakan waktu belajar di sekolah yang didasarkan pada zona penerapan wilayah covid-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Demi mencegah meningkatnya risiko penyebaran penularan virus corona COVID-19 pada kelompok anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim hingga kini belum merekomendasikan pembelajaran tatap muka bagi siswa selama masa pandemi.

"Pembelajaran tatap muka belum direkomendasikan selama suatu daerah belum menjadi zona hijau, atau setidaknya zona kuning,” kata dr. Endah Setyarini, Sp.A dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim saat diskusi daring bertema “Vaksin COVID-19 dan Kesiapan Anak Menjalani Pembelajaran Tatap Muka” yang diselenggarakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung dan Jurnalis Sahabat Anak (JSA) yang didukung Unicef Indonesia, Rabu, 18 November 2020.

Ia menyatakan rekomendasi yang disampaikannya itu sudah sesuai pesan Ketua Umum PP IDAI, Aman B. Pulungan. Sesuai dengan rekomendasi WHO, IDAI menyarankan agar sekolah ditutup dulu selama pandemi.

Endah menambahkan, selain zona risiko, ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan membuka sekolah, dilansir dari Antara.

Pertama yaitu memetakan kasus positif per kelurahan, pemetaan lokasi sekolah termasuk dari mana saja muridnya berasal.

"Karena bisa saja sekolahnya zona hijau tapi muridnya ada yang dari zona merah dan terjadi penularan sesama siswa, lalu ke orang dewasa di sekitarnya," ujar Endah.

Selain itu, lanjut dia, perlu diperhatikan pula transportasi siswa ke sekolah. Siswa yang menggunakan kendaraan umum tentunya akan lebih berisiko, selain juga perlu diperhatikan kontak siswa atau guru dengan orang lain.

Sementara mengenai vaksin virus COVID-19 yang saat ini gencar diujicobakan, Endah mengatakan masih dibutuhkan waktu serta uji klinis tentang keefektifannya sebelum tersedia secara luas.

WHO sendiri menyatakan bahwa setidaknya sudah ada lebih dari 100 perusahaan vaksin di berbagai negara yang sedang dalam proses uji klinis dan hingga saat ini belum final.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Ahli Epidemiologi Jatim

Belajar tatap muka di salah satu sekolah di Pekanbaru saat pandemi Covid-19.
Belajar tatap muka di salah satu sekolah di Pekanbaru saat pandemi Covid-19. (Liputan6.com/M Syukur)

Pernyataan senada disampaikan Wakil Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia Jatim, dr. Atik Choirul Hidajah yang menyebut jumlah kasus COVID-19 pada anak di Indonesia hingga saat ini mencapai 9,7 persen dari total penderita COVID-19, atau berjumlah 24.966 anak.

Secara rinci, jumlah tersebut terbagi menjadi 2,4 persen anak usia 0-5 tahun dan 7,3 persen anak usia 6-18 tahun.

Dia menuturkan, untuk kembali membuka sekolah dan melakukan kembali pembelajaran tatap muka tentunya dibutuhkan kajian secara ilmiah.

"Pembelajaran jarak jauh (PJJ) merupakan pilihan paling baik untuk mencegah penularan antara siswa serta penularan siswa kepada guru," ujarnya.

Meskipun demikian, ia meminta orangtua mewaspadai imbas akibat pembelajaran jarak jauh bagi kesehatan anak. Dampak buruk PJJ adalah computer vision syndrome seperti gangguan mata, otot dan penglihatan akibat terlalu lama menatap layar gawai.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya