Indonesia Perlu Penataan Regulasi IoT yang Tepat

Berbagai lembaga riset memaparkan IoT tumbuh pada 2014-2020, dan angkanya luar biasa besar.

oleh Iskandar diperbarui 17 Okt 2017, 13:00 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2017, 13:00 WIB
Menkominfo Rudiantara
Menkominfo Rudiantara. Dok: Indonesia Technology Forum

Liputan6.com, Jakarta - IoT (Internet of Things) memungkinkan beragam perangkat dapat "berkomunikasi" termasuk diakses melalui smartphone. Kendali berbagai perangkat, seperti penanda ketinggian air sungai, lalu lintas, hingga kendaraan bahkan bisa dilakukan melalui IoT.

Selain itu, peranti sandangan (wearable device) yang berbasis IoT, seperti baju, jam tangan, alat kesehatan, dan telemetri. Permasalahan yang kini tengah dihadapi adalah ekosistem IoT harus disikapi dengan cermat.

Saat ini ada perangkat IoT yang mengarah menggunakan frekuensi unlicenced 919 – 923 Mhz, berdekatan dengan frekuensi operator. Dampaknya tentu dapat diperkirakan, seperti interferensi dengan jaringan yang sudah ada.

Belum lagi soal jaminan layanan atau SLA (service level agreement) dan perlindungan data keamanan konsumen. Ini tentu memberi dampak yang tidak diinginkan ke depan.

"Kita harus adaptif terhadap perkembangan teknologi termasuk IoT dari sisi regulasi sehingga masyarakat nantinya tidak dirugikan," kata Menkominfo Rudiantara saat menjadi keynote speaker seminar "Mendorong Terbentuknya Regulasi dan Standarisasi Dalam Menata Ekosistem IoT", Senin (16/10/2017) di Jakarta.

Rudiantara menuturkan, pemerintah tidak akan memberlakukan regulasi terlalu ketat terhadap hal-hal yang sangat dinamis. Namun, ia berharap semua ekosistem perlu berkumpul dan bicara bersama untuk merumuskan aturan dan regulasi yang kiranya perlu diterapkan dan hal mana pula yang tidak perlu diterapkan.

"Bagaimanapun IoT akan berdampak terhadap proses pertumbuhan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Berbagai lembaga riset memaparkan IoT tumbuh pada 2014-2020, dan angkanya luar biasa besar. Menurut Gartner sekitar US$ 300 miliar, sedangkan menurut data IDC pasar IoT akan tumbuh hingga US$ 1,7 triliun," paparnya.

Masih berdasarkan lembaga riset, bisnis IoT yang terbesar didapat dari bisnis device dan aplikasi. Kemudian, didapat dari konektivitas, platform, serta sistem integrasi.

"Player ini perlu duduk bersama merumuskan arah atau master plan IoT di Indonesia. Terlebih pasar IoT di Indonesia diproyeksikan tertinggi di Asia Tenggara atau sekitar US$ 4 milliar pada 2020," ungkap pria yang akrab disapa Chief RA tersebut.

Sementara Budiharto, Group Head Business Product Indosat Ooredoo, juga memberikan pandangannya mengenai IoT yang akan terus tumbuh membesar pada masa depan.

"Sejumlah riset menunjukkan IoT akan menjadi salah satu layanan yang akan tumbuh secara eksponensial seiring semakin merebaknya machine to machine communication dan artificial intelligence atau kecerdasan buatan serta aplikasi. Peran perusahaan telekomunikasi sangat penting sebagai enabler utama dalam ekosistem IoT," kata Budiharto.

Dari sisi regulasi, Agung Harsoyo, Komisioner BRTI sekaligus staf pengajar STEI ITB Bandung menjelaskan pihaknya terus memantau perkembangan IoT saat ini dan kemungkinan yang akan terjadi, termasuk dampaknya bagi masyarakat luas.

"Kami melakukan antisipasi ke depan sebagai jawaban atas berkembangnya ekosistem IoT di masa depan. Terlebih, perkembangan IoT sulit dibendung sehingga memang diperlukan regulasi yang mampu menjawab berbagai tantangan," ujarnya.

(Isk/Cas)

Saksikan Video Pilihan Berikut:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya