Pendiri WhatsApp Tiba-Tiba Serukan Hapus Facebook, Ada Apa?

Pendiri WhatsApp, Brian Acton, menyampaikan pernyataan mengejutkan untuk menghapus Facebook. Apakah ini dampak dari skandal kebocoran puluhan juta pengguna?

oleh Jeko I. R. diperbarui 21 Mar 2018, 10:15 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2018, 10:15 WIB
Pendiri WhatsApp Dulu Pernah Ditolak Kerja di Facebook
Pada tahun 2009, Brian Acton rupanya pernah melamar pekerjaan di perusahaan jejaring sosial ternama Facebook dan Twitter namun ditolak.

Liputan6.com, California - Kasus kebocoran puluhan juta data pengguna Facebook memberikan dampak yang sangat berisiko bagi perusahaan. Pasalnya, banyak pihak menggaungkan tagar #deletefacebook karena khawatir bisa jadi data pribadi mereka yang jadi korban berikutnya.

Karena hal itu, saham Facebook pun anjlok 6,77 persen setelah informasi kebocoran tersebut beredar. Bahkan, nilai valuasi perusahaan pun turun hingga US$ 36 miliar (setara dengan Rp 495 triliun) seiring dengan kekhawatiran investor atas kasus kebocoran data yang menimpa Facebook.

Tak sampai di situ, seruan #deletefacebook juga dilontarkan oleh pendiri WhatsApp, Brian Acton. Ini jelas mengejutkan, mengingat WhatsApp adalah layanan pesan instan yang dimiliki Facebook.

Dilansir Market Watch, Rabu (21/3/2018), Acton menyampaikan pernyataan tersebut dalam Twitter-nya @brianacton. "Inilah waktunya, #deletefacebook," cuit pria tersebut.

Hingga berita ini naik, Acton tidak mengungkap alasan mengapa ia sampai mencuit pernyataan yang menghebohkan ini.

Laporan Market Watch, akun Facebook Acton masih aktif setelah beberapa jam cuitan itu ditayangkan, hingga akhirnya dinonaktifkan pada Selasa malam waktu Amerika Serikat.

Sekadar kilas balik, Acton dan rekannya, Jan Koum, menjual WhatsApp kepada Facebook pada 2014 senilai US$ 22 miliar (setara dengan Rp 302 triliun).

Dalam kesepakatan aksi korporasi besar ini, Acton mengantongi US$ 3 miliar (Rp 41 triliun) dan kemudian memiliki nilai kekayaan bersih sebanyak US$ 5,5 miliar (Rp 75 triliun), demikian dikutip Forbes.

Saat diakuisisi, Acton masih tetap ada di WhatsApp selama hampir tiga tahun, sampai akhirnya ia keluar dari Facebook pada September 2017.

Setelah resign, ia menciptakan aplikasi pesan instan terenkripsi bernama Signal. Dan pada Februari lalu, Acton mendiirkan yayasan nonprofit Signal Foundation sebagai Executive Chairman dan berinvestasi sebanyak US$ 50 juta (Rp 680 miliar).

Mark Zuckerberg Bungkam

Bos Facebook: Biarkan Anak-anak Bermain Game
Zuck --sapaan akrab Zuckerberg -- menilai video game memiliki banyak hal positif, meskipun di beberapa sisi juga mengandung hal negatif.

Pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg masih bungkam setelah terungkapnya kebocoran data pribadi 50 juta pengguna.

Bahkan setelah perusahaannya dipanggil untuk investigasi, nilai sahamnya anjlok. Meski sudah ada aksi kampanye di media sosial untuk #DeleteFacebook, Mark Zuckerberg tetap bungkam.

Mengutip laman The Guardian, Rabu (21/3/2018), saham Facebook anjlok 6,77 persen setelah kabar tersebut beredar. Nilai valuasi perusahaan pun turun higga US$ 36 miliar (setara dengan Rp 495 triliun) seiring dengan kekhawatiran investor atas kasus kebocoran data yang menimpa Facebook.

Tak hanya itu, nilai kekayaan Mark Zuckerberg juga turun sebesar US$ 6,06 miliar atau setara Rp 83,3 triliun.

Raksasa media sosial asal Negeri Paman Sam itu mengumumkan bahwa mereka akan menggunakan jasa perusahaan digital forensik untuk melakukan audit terhadap Chambridge Analytica untuk menentukan apakah perusahaan tersebut masih memiliki salinan data yang bersangkutan atau tidak.

Menurut Facebook, Information Commissioner Office Inggris justru meminta orang-orang dari perusahaan digital forensik bernama Stroz Friedberg itu untuk pergi dari kantor Chambridge Analytica di Inggris sehingga pihak berwenang bisa melakukan penyelidikan sendiri.

The Observer melaporkan perusahaan bernama Global Science Research (GSR) telah memanen puluhan juta profil pengguna Facebook dan menjual datanya ke Chambridge Analytica.

 

Di Mana Zuckerberg?

Mark Zuckerberg
Mark Zuckerberg (iStockPhoto)

Menurut laporan The New York Times, Chambridge Analytica masih memiliki data-data tersebut. Kendati begitu, Chambridge Analytica menyangkal bahwa mereka mengetahui kalau data tersebut akan dipakai tak sebagaimana mestinya.

"Jika data tersebut masih ada, tentunya hal ini menyalahi kebijakan Facebook dan itu adalah pelanggaran yang tak bisa diterima," kata Facebook dalam pernyataannya.

Anggota parlemen AS pun telah memerintahkan orang nomor satu di Facebook itu untuk memberikan kesaksian atas pelanggaran data ini. Zuck--begitu karib disapa, diminta untuk memberikan jawaban detail atas masalah ini hingga 13 April.

"Ini saatnya Mark Zuckerberg berhenti bersembunyi di balik page Facebook-nya," kata Perwakilan Senat Damian Collins.

Collins juga mencuit, "Investigasi ini perlu dilakukan oleh pihak berwenang."

Tidak hanya itu, pertanyaan soal keberadaan Mark Zuckerberg juga terus digaungkan di jejaring sosial Twitter dengan tagar #WheresZuck dan #WhereIsZuck alias "Dimana Mark Zuckerberg" terkait dengan sikap bungkam Zuckerberg.

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya