Liputan6.com, Jakarta - Publik Amerika Serikat (AS) semakin melek mengenai pentingnya keamanan dan privasi di dunia digital.
Tujuh kelompok sipil di AS memaksa perusahaan-perusahaan teknologi untuk menandatangani perjanjian keamanan demi melindungi data pengguna.
Advertisement
Baca Juga
Di antara dari kelompok itu adalah American Civil Liberties Union (ACLU) yang sudah dikenal membela hak dan kemerdekaan warga dan juga Free Press, sebuah kelompok untuk reformasi media.
Dilansir dari situs resmi mereka securitypledge.com, aksi tersebut dilakukan sebagai respons atas kontroversi yang menimpa Facebook terkait data pengguna.
Perjanjian tersebut terdiri isi perjanjian keamanan berikut:
1. Pastikan Pengguna Memiliki Akses Penuh Terhadap Data
Poin pertama ini memastikan agar adanya transparansi penuh bagi para pengguna, seperti menunjukan data pengguna yang disimpan serta mengenai para pihak ketiga yang memiliki akses ke data-data tersebut.
Turut diminta pula akses agar pengguna dapat menghapus akun dan data mereka secara permanen dari sebuah server.
Advertisement
2. Perlindungan Data dari Perusahaan dan Pemerintah
Selanjutnya, data-data pengguna tidak dipakai untuk tujuan komersial maupun pengintaian pemerintah, serta mengizinkan audit dari publik maupun lembaga independen.
Enkripsi end-to-end juga diminta agar langsung tersedia (by default).
Pihak pengurus data (seperti situs media sosial) juga diharuskan memberi pemberitahuan pada pengguna bila ada data yang dipakai tanpa izin.
3. Batasi Data yang Disimpan
Mesti dipahami bahwa data di internet dapat "hidup" selamanya dan berpotensi merugikan seseorang dengan berbagai cara apabila jatuh ke tangan orang tak bertaggung jawab.
Maka dari itu, para perusahaan teknologi diminta berjanji untuk tidak menyimpan data pengguna yang dianggap tidak diperlukan.
Advertisement
4. Memastikan Perlindungan Setara
Poin keempat bertujuan memastikan agar semua orang mendapatkan perlindungan yang setara dan tidak menyebabkan perlakuan diskriminatif.
Perusahaan teknologi diminta agar tidak menyimpan informasi yang rentan disalahgunakan, seperti tentang status imigrasi, pandangan politik, kewarganegaraan, atau agama, kecuali bila benar-benar diperlukan.
Diminta juga adanya transparansi penuh pada pengguna tentang data apa yang dikumpulkan, bagaimana penggunaannya, dan tindakan apa yang disiapkan untuk mencegah adanya penyalahgunakan.
5. Lawan Bila Pemerintah Sewenang-wenang
Poin terakhir meminta agar perusahaan teknologi tidak asal memberikan informasi pengguna kepada pihak pemerintah bila tidak ada situasi darurat.
Selanjutnya, mereka diminta juga melawan usaha-usaha pengintaian yang ilegal.
Para perusahaan tersebut juga diminta agar mendukung produk hukum yang mendukung privasi pengguna, dan agar pengguna diberitahukan apabila informasi mereka sedang diperiksa oleh pemerintah, kecuali bila memang dibutuhkan secara hukum.
Meskipun isi perjanjiannya bagus, sayangnya sampai saat ini belum ada perusahaan teknologi besar yang bersedia menandatanganinya.
(Tom/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement