Agresivitas Facebook dkk Pasang Kabel Laut Mengancam Ketahanan Nasional

Pilihan Facebook, Google, atau Amazon Web Service (AWS) membuka konektivitas langsung ke Indonesia tak bisa dilepaskan dari keinginan mereka untuk memiliki kontrol penuh atas jaringan.

oleh Iskandar diperbarui 18 Nov 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2019, 13:00 WIB
Kabel optik
ilustrasi kabel optik. (Doc: Fiber Cabling Solution)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta untuk mewaspadai agresivitas pemain Over The Top (OTT) asing dalam membangun infrastruktur Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) dan data center di Indonesia karena ada potensi kerugian pendapatan dan ancaman bagi ketahanan nasional.

Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan jika dibiarkan tanpa aturan, bisa terjadi kerugian dari sisi ekonomi dan ketahanan nasional.

"Pemerintah jangan senang dulu kalau mendengar kabar ada OTT asing, seperti Facebook dan Google ingin bangun SKKL langsung dari AS ke Indonesia. Jika dibiarkan tanpa mengikuti aturan, kerugian dari sisi ekonomi dan ketahanan nasional bisa terjadi," ujar Heru melalui keterangannya, Senin (18/11/2019).

Ia menuturkan, pilihan Facebook, Google, atau Amazon Web Service (AWS) membuka konektivitas langsung ke Indonesia tak bisa dilepaskan dari keinginan mereka untuk memiliki kontrol penuh atas jaringan yang dibangunnya secara end to end.

"OTT untuk mendukung bisnis utamanya yaitu social media ads dan cloud akan membangun data center dan point of presence di sebuah negara. Untuk mendukung dua infrastruktur itu mereka akan bangun data center agar punya kontrol penuh secara end to end," katanya.

Kalau sudah begini, kata Heru, lupakan saja impian Menteri Keuangan Sri Mulyani ingin menagih pajak ke OTT asing, karena mereka sendiri sudah menguasai jaringan end to end.

 

Upaya untuk Menghindari Izin?

Ilustrasi Facebook
Ilustrasi Facebook. Dok: theverge.com

Menurutnya, pembangunan jaringan secara end to end oleh OTT asing ini sebagai salah satu upaya menghindari pengurusan izin/lisensi di negara setempat guna menghindari kewajiban pajak dan regulatory cost (Biaya Hak Penyelenggaran/BHP Telekomunikasi dan Universal Service Obligation/USO).

Selain itu, langkah ini juga sebagai upaya menghindari kewajiban terkait security seperti lawful intercept.

Biasanya OTT asing hanya menggandeng pemain lokal yang mengantongi lisensi jaringan tertutup agar SKKL yang dimilikinya memiliki landing station di negara tujuan.

“Pemain lokal melihat itu sebagai peluang karena bisa jual core fiber optic, tapi tanpa sadar sebenarnya negara rugi dalam bentuk lain. Keuntungan bagi mitra lokal yang digandeng OTT asing agar SKKL-nya bisa masuk Indonesia itu tak sebanding dengan kerugian negara,” ulasnya.

 

OTT Asing Bisa Jual SKKL ke Operator Global

Kantor Baru Google di Berlin
Seorang teknisi melewati logo mesin pencari internet, Google, pada hari pembukaan kantor baru di Berlin, Selasa (22/1). Google kembali membuka kantor cabang yang baru di ibu kota Jerman tersebut. (Photo by Tobias SCHWARZ / AFP)

Hal ini karena OTT asing juga menjual kapasitas SKKL-nya ke operator telekomunikasi global dalam bentuk dark fiber untuk trafik ke Asia Tenggara atau Asia umumnya.

“Jalur SKKL via Indonesia ini sekarang favorit ke AS karena rute Laut China Selatan rawan isu politik dan gempa bawah laut,” jelasnya.

Heru memaparkan, jika OTT asing ikut menjual kapasitas SKKL-nya langsung di pasar internasional untuk trafik dari/ke Indonesia tentu negara kembali rugi karena transaksi berlangsung di luar sehingga potensi pajak dan regulatory cost hilang.

Di samping itu, ketahanan nasional Indonesia menjadi terbuka di dunia siber.

 

Pemain SKKL Lokal Bisa Kalah Bersaing

Amazon
Suasana ajang AWS Summit Singapore 2018 yang diadakan di Singapore Expo, Singapura, Rabu (5/4/2018). Liputan6.com/Jeko I.R.

“Dampak lainnya, pemain SKKL lokal hilang competitiveness advantage karena secara harga tak mampu bersaing mencari pasar dari operator global. Bagaimana mau bersaing kalau struktur cost-nya saja sudah kalah,” tukasnya.

Heru menyarankan untuk mencegah fenomena 'agresifnya' OTT asing 'menyerang' Indonesia secara platform dan infrastruktur. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Pertahanan (Kemhan) perlu duduk bersama agar negara tidak semakin dirugikan.

“Masa depan kan era perang informasi, yang harus dikuasai itu infrastrukturnya. Jadi negara harus hadir, baru bisa bicara membangun ketahanan siber yang kuat,” ucapnya memungkaskan.

(Isk/Why)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya