Jaringan 5G Berpotensi Bisnis hingga Rp 27 Triliun per Tahun untuk Operator

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), memprediksi layanan 5G di Indonesia paling cepat dimulai pada 2022.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 27 Nov 2019, 15:20 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2019, 15:20 WIB
Indotelko
Para pembicara di IndoTelko Forum 2019 dengan tema Embarking 5G yang digelar di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (27/11/2019). (Liputan6.com/ Agustin Setyo W).

Liputan6.com, Jakarta - Penerapan teknologi 5G digadang-gadang menciptakan model bisnis baru bagi industri telko. Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Ririek Adriansyah, memprediksi layanan 5G di Indonesia paling cepat dimulai pada 2022.

Meski begitu, sejak 2018, semua operator telko di Tanah Air mulai giat menggelar uji coba teknologi 5G dengan penerapan berbagai produk IoT. Uji coba ini dilakukan sebagai tanda operator telko siap berinovasi dalam hal 5G.

Ririek menyampaikan, implementasi 5G nantinya bakal membuka peluang bisnis baru di berbagai industri lainnya. Dia menyebut, operator Indonesia memiliki potensi pendapatan terbesar di ASEAN, yakni mencapai Rp 27 triliun per tahun.

 

"5G berpotensi meningkatkan revenue operator seluler dari monetisasi berbagai industri vertikal. Indonesia diprediksi memiliki valuasi 5G terbesar di antara negara-negara ASEAN, sebesar Rp 27 triliun," kata Ririek di IndoTelko Forum 2019 di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Ririek mengatakan, peluang terbesar dari layanan business to business (B2B), layanan mobile broadband dan fixed wireless access.

 

Tantangan Penerapan Teknologi 5G

Nokia luncurkan chipset 5G bernama ReefShark. (Doc: Electronic Weekly)

Menurut pria yang pernah menjabat sebagai Dirut Telkomsel ini, 5G menawarkan lebih banyak aplikasi dengan spesifikasi dan resolusi yang lebih baik dibandingkan teknologi sebelumnya.

Hal inilah yang membuka peluang bisnis baru bagi operator seluler, penyedia aplikasi, platform, dan pelaku industri lain.

Kendati demikian, Ririek menyebut, penerapan teknologi 5G memiliki sejumlah tantangan, mulai dari penggunaan spektrum frekuensi, layanan, infrastruktur, hingga regulasinya.

Untuk itu, ATSI memberikan rekomendasi kepada Kemkominfo untuk memberi keringanan dalam hal frekuensi.

"Used case 5G masih terbatas, kami di ATSI mengharapkan ada keringanan, ketima spektrum diumumkan pada 2020 atau 2021, kami harap di awal ada kompensasi, ada BHP holiday, sehingga operator terpacu menggelar 5G," tutur Ririek.

 

5G Berpotensi Mendukung Pengembangan Indonesia

Ilustrasi Foto Jaringan Telpon Seluler atau HP 4G dan 5G. (iSrockphoto)

Ririek mengakui, di awal kemunculannya kemungkinan 5G baru merupakan hype, namun ke depannga akan mendukung pengembangan Indonesia.

Ririek juga memaparkan saat 5G digelar nanti, layanannya tak terbatas pada data tetapi layanan IoT yang digelar business to business (B2B).

"Kemungkinan teknologi 5G akan menyasar konsumen B2B seperti cluster atau kawasan industri.  Jadi di situ ada permintaan seperti manufaktur dan lain-lain, kemudian diperluas," ujar Ririek.

(Tin/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya