Liputan6.com, Jakarta - Langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menggandeng Netflix untuk mengembangkan industri perfilman Indonesia membuat Pengamat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Heru Sutadi, angkat bicara.
Ia menilai langkah Nadiem menggandeng Netflix seperti tak berkoordinasi dengan Menkominfo, Menkeu, atau Menparekraf yang menginginkan Netflix memenuhi kewajiban sebelum berbisnis di Indonesia.
Menurutnya, untuk bekerja sama harus dilihat dulu status badan hukum Netflix di Indonesia. Sebab berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik No. 80/2019 yang baru, pemain seperti Netflix harus memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
"Setahu saya baru ada akun Twitter NetflixID. Sudah ada PT atau badan hukum Indonesia belum itu Netflix?," tanya pria yang juga dikenal sebagai Direktur Indonesia ICT Institute.Â
Ia menambahkan, kerjasama Kemendikbud dengan Neflix ini jauh di bawah ekspektasi publik akan sosok pembaharu yang diharapkan memberi terobosan dari seorang Nadiem Makarim.
"Kita harapkan Kemendikbud dengan Pustekkom dan produser film Indonesia serta industri kreatif bisa mandiri membuat platform sendiri, seperti Nadiem bangun Gojek. Kalau hanya bergabung ke Netflix, tidak perlu seorang lulusan Harvard," ucap Heru melalui keterangannya, Sabtu (11/1/2020).
"Jadi, kerjasama dengan Netflix bukan terobosan, tapi kebobolan. Hal ini karena pemerintah sendiri sedang kesulitan mengejar pajak platform Over The Top (OTT), termasuk Netflix," sambungnya.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Netflix Wajib BUT
Heru berpendapat, model kerjasama yang ditawarkan Netflix ke Kemendikbud lebih kepada 'gimmick marketing' karena nilai USD 1 juta itu dalam bentuk komitmen menggelar sejumlah pelatihan bagi kreator film.
"Padahal, memiliki platform sendiri buatan anak bangsa selangkah lebih maju dibanding menggunakan platform OTT dari luar. Meskipun kita tidak membuat, ada kewajiban BUT," tegasnya.
Selain itu, kata Heru, Netflix juga harus merekrut sekian orang Indonesia sebagai karyawan. Dan tentunya, ada kewajiban memberi ruang bagi film, video atau karya kreatif orang Indonesia.
(Isk/Ysl)
Advertisement