Liputan6.com, Jakarta - TikTok dilaporkan tengah berupaya untuk tidak menjual seluruh lini bisnisnya di Amerika Serikat ke perusahaan lain. Informasi ini diketahui dari laporan Wall Street Journal beberapa waktu lalu.
Dikutip dari Business Insider, Kamis (10/9/2020), ByteDance sebagai pemilik dilaporkan tengah melakukan negosiasi agar lini bisnis media sosial tersebut di Amerika Serikat tidak dijual 100 persen.
Laporan ini muncul setelah banyak perusahaan Amerika Serikat yang menyatakan tertarik membeli TikTok. Sayang, perusahaan asal Tiongkok itu belum berkomentar apapun terkait laporan ini.Â
Advertisement
Baca Juga
Namun dari laporan itu disebut TikTok memang tengah membicarakan sejumlah opsi agar layanan mereka tetap bisa beroperasi di Amerika, termasuk di antaranya tidak menjual keseluruhan lini bisnisnya di negara tersebut.
Dengan opsi tidak menjual seluruh perusahaan, menurut laporan itu, TikTok disebut akan memiliki kesempatan melakukan restrukturasi internal yang sejalan dengan permintaan pemerintah Amerika Serikat.
Adanya laporan baru ini jelas membuat masa depan penjualan TikTok ke perusahaan lain menjadi belum jelas. Untuk itu, publik masih harus menunggu pernyataan lebih lanjut dari perusahaan tentang hal ini.Â
ByteDance Butuh Restu Pemerintah Tiongkok untuk Jual TikTok
Di sisi lain, ByteDance disebut akan memerlukan restu pemerintah Tiongkok jika ingin menjual bisnis TikTok di Amerika Serikat (AS). Hal ini disebabkan regulasi baru Tiongkok terkait ekspor teknologi.
Pakar perdagangan Tiongkok, Cui Fan, mengatakan dengan adanya regulasi itu, transaksi tersebut harus mendapatkan persetujuan pemerintah Tiongkok.
ByteDance diminta oleh Presiden AS, Donald Trump, melepaskan operasional TikTok di negara tersebut. Desakan tersebut di tengah kekhawatiran keamanan data pribadi pengguna di layanan itu.
Microsoft dan Oracle termasuk calon pembeli. Penjualan ini mencakup operasional TikTok di Kanada, Selandia Baru, dan Australia.
Pemerintah Tiongkok pada Jumlah malam lalu merevisi daftar teknologi yang diblokir atau dibatasi untuk ekspor, pertama kalinya dalam 12 tahun.
Cui Fan yang merupakan profesor perdagangan internasional University of International Business and Economics di Beijing mengatakan, perubahan tersebut akan berpengaruh pada TikTok.
"Jika ByteDance berencana mengekspor teknologi yang berkaitan, maka itu harus melalui prosedur perizinan," kata Cui dalam sebuah wawancara dengan Xinhua, seperti dikutip dari Reuters, Senin (31/8/2020).
Advertisement
Regulasi Baru
Kementerian Perdagangan Tiongkok menambahkan 23 hal, termasuk teknologi seperti personal information push services berbasis pada teknologi analisis data dan antarmuka interakhir kecerdasan buatan, ke dalam daftar yang dibatasi.
Diperlukan waktu hingga 30 hari untuk mendapatkan persetujuan awal untuk mengekspor teknologi.
"Kami sedang mempelajari regulasi baru yang dirilis Jumat. Seperti halnya transaksi cross-border, kami akan mengikuti hukum yang berlaku, yang dalam hal ini termasuk di AS dan Tiongkok," ungkap penasihan umum ByteDance, Erich Andersen.
Senjata rahasia TikTok diyakini adalah mesin rekomendasinya, yang membuat para pengguna terpaku pada layar. Mesin ini atau algoritmanya memperkuat halaman "For You" TikTok, yang merekomendasikan video selanjutnya untuk ditonton berdasarkan analisis perilaku pengguna.
Cui mengatakan, pengembangan ByteDance di luar negeri bergantung pada teknologi domestik yang menyediakan algoritma inti. Perusahaan disebut kemungkinan perlu mentransfer kode-kode software atau hak penggunaan kepada pemilik baru TkTok dari Tiongkok ke luar negeri.
"Oleh karena itu, ByteDance disarankan untuk secara serius mempelajari katalog yang telah disesuaikan dan mempertimbangkan dengan cermat, apakah perlu untuk menangguhkan negosiasi penjualan," tuturnya.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok sebelumnya mengatakan, menentang perintah eksekutif Trump terhadap TikTok. Tiongkok akan membela hak-hak dan kepentingan sah dari bisnis-bisnis negaranya.
(Dam/Ysl)