Liputan6.com, Jakarta - Inisiatif internasional yang dikenal sebagai Seabed 2030 telah memetakan sekitar 25 persen (tepatnya 23,4 persen) dasar laut Bumi.
Sebagian besar inisiatif ini mengandalkan kontribusi sukarela dari data batimetri (atau topografi laut) oleh pemerintah, perusahaan, dan lembaga penelitian.
Baca Juga
Mengutip laman Engadget, Jumat (1/7/2022), proyek ini merupakan bagian dari prakarsa besar yang dipimpin PBB atau disebut The Ocean Decade.
Advertisement
Seabed 2030 berharap dapat memetakan 100 persen dasar laut pada tahun 2030 mendatang, di mana menurut perkiraan para peneliti akan berhasil berkat kemajuan teknologi dan mengumpulkan data yang sudah tersedia.
Selama setahun terakhir, Seabed 2030 telah menambahkan pengukuran sekitar 3,8 juta mil persegi (kira-kira seukuran Eropa) terutama melalui arsip yang baru dibuka.
Para ilmuwan meyakini aktivitas mengumpulkan lebih banyak data batimetri akan membantu lebih jauh pemahaman kita tentang perubahan iklim dan upaya pelestarian laut. Pemetaan dasar laut juga membantu dalam mendeteksi tsunami dan bencana alam lainnya.
“Peta lengkap dasar laut adalah alat penting, memungkinkan kita untuk mengatasi beberapa tantangan lingkungan yang paling mendesak, termasuk perubahan iklim dan polusi laut. Mendorong kita untuk menjaga masa depan planet ini,” kata Direktur Eksekutif The Nippon Foundation, Mitsuyuki Unno.
Menurut catatan BBC, banyak data yang digunakan di Seabed 2030 2030 sudah tersedia. Kelompok ini sebagian besar bergantung pada kontribusi dari pemerintah dan perusahaan, meskipun beberapa dari entitas tersebut masih enggan untuk sepenuhnya membuka arsip mereka karena takut membocorkan rahasia nasional atau perdagangan.
Semua data yang dikumpulkan oleh Seabed 2030 akan tersedia untuk publik secara online di jaringan global GEBCO (General Bathymetric Chart of the Oceans). Sebelum Seabed 2030, sangat sedikit data dasar laut yang diukur secara langsung untuk penggunaan umum.
Sebagian besar pengukuran batimetri diperkirakan menggunakan pembacaan altimeter satelit, yang memberikan gambaran kasar tentang bentuk permukaan dasar laut.
Beberapa ilmuwan percaya upaya global untuk menemukan lokasi jatuhnya Malaysia Airlines penerbangan MH370 akan lebih baik diinformasikan oleh metode yang lebih baru dan lebih tepat untuk memetakan dasar laut.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sudah Saatnya Wisatawan Berdampak Positif pada Habitat Laut
Di sisi lain, menggandeng WWF-Singapore, platform perjalanan digital global Agoda meluncurkan program Eco Deals. Pihaknya mendanai dan meningkatkan kesadaran akan inisiatif restorasi habitat laut di Asia Tenggara, serta membantu korban banjir di Australia dalam rangkaian peringatan Hari Laut Sedunia yang jatuh pada 8 Juni setiap tahunnya.
Melalui Eco Deals Agoda, wisatawan juga bisa ikut berdampak positif pada habitat laut, menurut keterangan pers yang diterima Liputan6.com, baru-baru ini.
Hal tersebut dilakukan dengan memilih sejumlah besar properti yang dapat memberi kesempatan untuk berkontribusi terhadap masyarakat dan inisiatif lingkungan di destinasi wisata.
Ini sejalan dengan preferensi pelancong, menurut Survei Sustainable Travel Trends Agoda 2021. Pihaknya mencatat bahwa konsumen ingin berwisata dengan cara lebih berkelanjutan, di mana pantai dan sungai tercemar jadi keprihatinan nomor satu bagi turis Filipina; kedua untuk turis Indonesia, Australia, dan Malaysia; dan ketiga bagi turis Singapura.
Eco Deal, yang berlangsung pada 8 Juni--8 Desember 2022, menawarkan kesempatan bagi wisatawan yang mengunjungi Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Australia untuk memilih berbagai penawaran akomodasi liburan dengan diskon hingga 15 persen.
Agoda nantinya mendonasikan 1 dolar AS dari setiap pemesanan pada konservasi WWF Offices untuk memulihkan habitat laut. Ini termasuk terumbu karang dan hutan bakau di Asia Tenggara, atau melindungi satwa yang terdampak banjir di Australia.
Enric Casals, Regional Vice President Southeast Asia and Oceania, berkata, "Di dunia pascapandemi COVID-19, orang-orang semakin sadar akan dampak yang mereka timbulkan pada tempat dan komunitas yang mereka kunjungi."
Advertisement
Jejak Ekologi yang Lebih Kecil
Lebih lanjut Casals mengatakan, wisatawan telah "secara aktif mencari cara dan sarana untuk membuat jejak ekologi mereka lebih kecil." "Melalui inisiatif Eco Deals Agoda, kami memberi peluang bagi konsumen untuk give back sebagai bagian dari komitmen mitra kami dan tanggung jawab sosial Agoda," ia menuturkan.
"Banyak orang bepergian ke berbagai wilayah di Asia Tenggara dan Australia untuk melihat pantai-pantai yang cantik, laut sebening kristal, dan kesempatan luar biasa untuk menyelam di sekeliling terumbu karang," tutur Casals.
"Namun, untuk memastikan tempat-tempat ini berkembang bagi generasi mendatang agar mereka bisa menikmatinya, kita harus berwisata dengan cara yang lebih bertanggung jawab, sambungnya"
"Kemitraan dengan WWF akan membantu wisatawan mengambil langkah maju menuju wisata berkelanjutan," imbuhnya.
Laut adalah ekosistem terbesar di planet ini mencakup lebih dari 70 persen permukaan Bumi. "Namun, banyak ekosistem laut menghadapi ancaman eksistensial karena aktivitas manusia, dan kita harus mengambil tindakan sekarang," tutur CEO WWF-Singapore, R. Raghunathan.
Menyoroti urgensi tersebut, WWF-Singapore "berada di posisi yang baik" untuk mendorong perubahan positif di Segitiga Terumbu Karang. Juga, wilayah lebih luas yang merupakan rumah bagi pusat keanekaragaman hayati laut.
"Kami menantikan bekerja sama dengan Agoda dalam kemitraan ini untuk mendukung konservasi ekosistem laut di wilayah ini," Raghunathan mengatakan.
Infografis Geger Temuan Sea Glider Bawah Laut
Advertisement