Liputan6.com, Sulteng - Suku Kaili dikenal sebagai salah satu suku terbesar yang mendiami wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng). Cerita keberadaan suku ini tidak terlepas dari sosok legenda To Manuru. Seorang pria sakti yang diyakini turun dari langit untuk membawa peradaban bagi manusia.
Konon masa lampau, sebelum wilayah Sulawesi Tengah terpecah menjadi berbagai kerajaan dan komunitas. Kelompok masyarakat sederhana hidup di lembah dan pegunungan subur.
Baca Juga
Mereka menggantungkan hidup dari berburu, bercocok tanam hingga menangkap ikan di sungai yang jernih. Kelompok inilah yang dipercaya sebagai nenek moyang Suku Kaili.
Advertisement
Menurut cerita warga lokal, To Manuru bersama pengikutnya menetap di sebuah daerah yang kini dikenal sebagai Lembah Palu.
Wilayah ini subur, dengan aliran sungai besar yang mendukung kehidupan pertanian masyarakat setempat.
Pada masa itu, konflik antar kelompok kecil sering terjadi akibat perebutan lahan dan sumber daya alam. To Manuru, dengan kebijaksanaannya, berupaya menyatukan kelompok-kelompok tersebut agar dapat hidup dalam damai.
"Untuk menunjukkan kemampuannya sebagai pemimpin, To Manuru menantang pemimpin suku lain dalam pertarungan tanpa kekerasan," kata Zulbahri salah satu pegiat sejarah di Sulawesi.
Menurut cerita yang didengar, dengan kecerdasan dan kekuatan yang dimilikinya To Manuru, ia selalu keluar sebagai pemenang tanpa harus melukai lawannya.
Sikap bijaksana dan penuh welas asih inilah yang membuat banyak kelompok akhirnya tunduk dan mengakui kepemimpinannya.
Setelah berhasil menyatukan berbagai kelompok, To Manuru menetapkan berbagai hukum adat yang dikenal hingga kini. Salah satu yang paling terkenal adalah aturan "Pali," yaitu larangan yang harus ditaati agar terhindar dari malapetaka.
"Contohnya, larangan menebang pohon di hutan tertentu atau menangkap ikan di waktu-waktu tertentu," ujarnya.
Selain hukum adat, sistem pemerintahan juga mulai terbentuk dengan pemimpin yang disebut "Madika." Pemimpin ini bertugas menjaga keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Budaya gotong royong turut menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial, di mana masyarakat saling membantu dalam pekerjaan berat seperti membangun rumah atau membuka ladang baru.
Setelah To Manuru wafat, masyarakat Kaili terus menjaga nilai-nilai yang diwariskannya. Tradisi adat, bahasa, serta seni budaya khas seperti tarian Dero masih lestari hingga kini.
"Tarian ini menjadi simbol perayaan dan kebersamaan dalam kehidupan masyarakat Kaili," ujarnya.
Dengan nilai persatuan, kebersamaan, dan kearifan lokal yang diwariskan oleh To Manuru, Suku Kaili tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya Sulawesi Tengah.
"Warisan ini menjadi pengingat akan pentingnya hidup harmonis dan menjunjung tinggi nilai adat istiadat," ia menandaskan.