Liputan6.com, Jakarta - Startup luar angkasa Jepang, ispace, meluncurkan pesawat ruang angkasa komersial ke bulan, baru-baru ini setelah sempat gagal karena beberapa penundaan.
Mengutip New York Post, Selasa (13/12/2022), misi HAKUTO-R dari ispace ini lepas landas tanpa insiden dari Cape Canaveral, Florida, setelah dua kali penundaan yang disebabkan oleh pemeriksaan roket SpaceX Falcon 9 miliknya.
Baca Juga
Pada momen bahagia itu terpantau lebih dari seratus orang dalam acara nonton bareng di Tokyo bertepuk tangan saat roket ditembakkan dan terangkat ke langit yang gelap.
Advertisement
"Aku sangat bahagia. Setelah penundaan berulang kali, ada baiknya kami melakukan peluncuran yang tepat hari ini,” kata Yuriko Takeda kepada New York Post, seorang pekerja berusia 28 tahun di sebuah perusahaan elektronik yang bergabung dalam pertemuan tersebut.
"Saya memiliki gambar bendera Amerika dari pendaratan Apollo, jadi sementara ini baru peluncuran. Fakta bahwa itu adalah perusahaan swasta yang pergi ke bulan dengan rover adalah langkah yang sangat berarti," sambungnya.
Badan antariksa nasional Amerika Serikat, Rusia, dan China telah mencapai pendaratan lunak di lingkungan terdekat Bumi dalam setengah abad terakhir, tetapi tidak ada perusahaan swasta yang melakukannya.
Keberhasilan misi HAKUTO-R juga akan menjadi tonggak dalam kerja sama ruang angkasa antara Jepang dan Amerika Serikat pada saat China menjadi semakin kompetitif dan roket Rusia tidak lagi tersedia usai invasi Rusia ke Ukraina.
Di sisi lain, miliarder Jepang Yusaku Maezawa mengungkapkan bahwa delapan anggota krunya bakal melakukan penerbangan antariksa SpaceX, paling cepat tahun depan.
Filosopi di Balik Nama Misi HAKUTO
Nama HAKUTO mengacu pada kelinci putih yang hidup di bulan dalam cerita rakyat Jepang, berbeda dengan gagasan Barat tentang manusia di bulan. Proyek tersebut adalah finalis di Google Lunar XPRIZE sebelum dihidupkan kembali sebagai usaha komersial.
Tahun depan adalah Tahun Kelinci dalam penanggalan Asia. Pesawat yang dirakit di Jerman itu diperkirakan akan mendarat di bulan pada akhir April 2023.
Perusahaan berharap langkah ini akan menjadi yang pertama dari banyak pengiriman muatan pemerintah dan komersial. Pesawat ispace bertujuan menempatkan satelit NASA kecil ke orbit bulan untuk mencari simpanan air sebelum mendarat di Kawah Atlas.
Pendarat M1 akan mengerahkan dua robot penjelajah, perangkat berukuran bisbol roda dua dari badan antariksa JAXA Jepang dan penjelajah Rashid roda empat yang dibuat oleh Uni Emirat Arab. Itu juga akan membawa baterai solid-state eksperimental yang dibuat oleh NGK Spark Plug Co.
“Penjelajah Rashid adalah bagian dari program luar angkasa ambisius Uni Emirat Arab,” kata penguasa Dubai Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, yang juga wakil presiden Uni Emirat Arab dan yang menyaksikan peluncuran di Pusat Luar Angkasa Mohammed bin Rashid.
“Tujuan kami adalah mentransfer pengetahuan dan mengembangkan kemampuan kami serta menambahkan jejak ilmiah dalam sejarah umat manusia,” cuitnya.
ispace yang didanai secara pribadi memiliki kontrak dengan NASA untuk mengangkut muatan ke bulan mulai 2025 dan bertujuan untuk membangun koloni bulan dengan staf permanen pada tahun 2040.
Advertisement
Kapsul Orion Kembali ke Bumi, NASA Klaim Misi Artemis 1 Sukses
Sebelumnya, misi Artemis I (atau Artemis 1) badan antariksa Amerika Serikat, NASA, akhirnya kembali ke Bumi setelah perjalanan mengelilingi Bulan dinyatakan berhasil. Pesawat ini kembali pada Minggu, 11 Desember 2022 pukul 09.40 pagi Waktu Pasifik.
Wahana antariksa tanpa awak Orion mendarat di lepas pantai Baja, California, setelah berhasil menyelesaikan perjalanan hampir 26 hari. Ini memecahkan rekor penerbangan Apollo dan mengirimkan kembali foto-foto dari Bulan.
Mengutip laman resmi NASA, Senin (12/12/2022), misi Artemis I diluncurkan dengan roket Space Launch System NASA pada 16 November yang lalu, dari Launch Pad 39B di Kennedy Space Center NASA, Florida.
Selama 25,5 hari, NASA menguji Orion di lingkungan luar angkasa yang keras, sebelum menerbangkan astronaut di misi Artemis II.
Administrator NASA Bill Nelson menyebut, penerjunan pesawat luar angkasa Orion, yang terjadi 50 tahun sejak hari pendaratan Apollo 17 di Bulan, adalah puncak pencapaian Artemis I.
"Dari peluncuran roket terkuat di dunia hingga perjalanan luar biasa mengelilingi Bulan dan kembali ke Bumi, uji terbang ini merupakan langkah maju yang besar dalam eksplorasi bulan Generasi Artemis," kata Nelson.
Mike Sarafin, manajer misi Artemis I menyebutkan, dengan kembalinya kapsul Orion tersebut, mereka berhasil mengoperasikan pesawat itu di lingkungan deep space, yang dinilai melebihi ekspektasi.
"Dan menunjukkan bahwa Orion dapat bertahan dalam kondisi ekstrem saat kembali melalui atmosfer Bumi dari kecepatan bulan," ujarnya.
Dikutip dari Engadget, dengan kembalinya Orion ke Bumi, NASA akan mulai menilai semua data yang dikumpulkan pesawat tersebut dalam perjalanan 1,4 juta milnya melintasi angkasa.
Misi Artemis II
Dalam beberapa hari mendatang, Orion akan kembali ke pantai di mana teknisi akan menurunkan pesawat itu dan memindahkannya dengan truk untuk kembali ke Kennedy.
Begitu tiba di sana, tim akan membuka palka dan menurunkan beberapa muatan termasuk manekin Commander Moonikin Campos yang merupakan eksperimen biologi luar angkasa, boneka Snoopy, dan kit penerbangan resmi.
Selanjutnya, kapsul dan pelindung panasnya juga akan menjalani pengujian dan analisa selama beberapa bulan.
Lebih lanjut, NASA juga akan mulai mempersiapkan Artemis II. Misi tersebut, yang dijadwalan pada 2024, akan membawa astronaut manusia terbang dengan pesawat Orion.
Lalu, di awal 2025 atau 2026, NASA berharap bisa melakukan pendaratan di Bulan pertamanya, sejak akhir program Apollo pada tahun 1972.
Melalui misi Artemis, NASA berencana untuk mendaratkan wanita dan orang kulit berwarna pertama di permukaan Bulan, membuka jalan bagi keberadaan Bulan untuk jangka panjang, serta batu loncatan untuk perjalanan ke Mars.
Advertisement
Alasan NASA Ingin Kembali Bawa Manusia ke Bulan
Astronaut Stan Love kepada The U.S. Sun mengungkapkan alasan NASA ingin menempatkan manusia ke permukaan Bulan. Love juga menjelaskan bagaimana Bulan sebenarnya bisa 'mengajari' manusia lebih banyak tentang Bumi.
"Kutub selatan Bulan juga merupakan rumah bagi sistem sumber daya kawah tumbukan terbesar. Jadi, jika kamu berjalan memutari Bulan, seluruh bagian selatan Bulan yang membentang dari khatulistiwa ke kutub selatan adalah kawah tumbukan," ujarnya.
Ia menambahkan, bagian itu disebut sebagai cekungan Kutub Selatan–Aitken dan itu menjorok 13 km ke dalam mantel Bulan yang menurut teori merupakan pembentukan bulan, terbuat dari mantel Bumi.
"Kami tidak tahu banyak tentang apa yang terjadi di mantel karena terlalu dalam dan panas, tapi kami mungkin bisa mengetahuinya dari Bulan," ungkap Love kepada The U.S. Sun, dikutip Kamis (8/12/2022).
Astronaut Stan Love juga menjelaskan betapa pentingnya menemukan sumber daya Bulan.
"Kami juga ingin mengetahui sumber daya alam apa yang tersedia, terutama bahan yang mudah menguap, air, karbon dioksida, amonia, yang umum di asteroid dan komet," ucapnya menambahkan.
Love menyebut Bulan sendiri cukup kering, tetapi ada endapan di sana.
"Unsur-unsur yang mudah menguap itu dapat diubah menjadi oksigen, air minum, propelan roket, segala macam hal yang perlu kita jelajahi di ruang angkasa yang sudah ada di Bulan," papar Love.
Infografis Apollo dan Jejak Manusia di Bulan. (Liputan6.com/Triyasni)
Advertisement