Liputan6.com, Jakarta - Di era Covid-19, pengguna membutuhkan bandwitdh besar dan stabil untuk menjalankan segala aktivitas di rumah. Meski saat ini sudah new normal, kebutuhan akses internet berkualitas masih sangat besar.
Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai, jika layanan konvergensi Fixed Mobile Convergence (FMC) atau integrasi layanan seluler dan fixed broadband dijalankan, kombinasi antara 5G dengan fixed broadband bisa dinikmati seamless oleh masyarakat.
Baca Juga
"Ini akan membuat operator telekomunikasi punya mainan baru di pasar,” tutur Heru dalam diskusi bertema 'Entering Telecommunication Convergence Era, How To Respond?' belum lama ini.
Advertisement
Operator telekomunikasi di Indonesia, menurutnya, sudah bisa mengambil langkah untuk menggelar FMC dengan mengonsolidasikan atau menggabungkan entitas bisnis dalam satu unit usaha.
“FMC itu merupakan integrasi mulai dari entitas bisnis, jaringan, service, hingga masuk ke pasar. Di Indonesia saya lihat mulai dari entitas bisnis, dulu di mana XL sudah kuasai saham LinkNet, Telkomsel dan Telkom (IndiHome) tengah dalam diskusi juga konsolidasi," kata Heru, dikutip Senin (27/2/2023).
Ia menambahkan konvergensi bisa lebih cepat dilakukan karena kalau bicara teknis seperti jaringan, service, dan lainnya itu akan lebih rumit.
Menurutnya, kalau operator telekomunikasi serius menuju kondisi FMC yang ideal di mana akan terjadi one network, one service, one bill yang diakses ke pelanggan, maka potensi besar bisa dinikmati operator.
Sementara Analis BRI Danareksa Niko Margaronis mengakui integrasi entitas bisnis akan bisa mendorong pendapatan baru bagi perusahaan yang melakukannya.
Ia memaparkan, di Indonesia ada 45 juta rumah tangga yang punya TV dan itu jadi peluang besar. Sementara pasar untuk operator telekomunikasi ada 20 juta rumah tangga, yang mana 10 juta di antaranya sudah berlangganan fixed broadband seperti LinkNet, First Media, Indihome, MyRepublic.
Menurutnya, dalam 15-20 tahun sepanjang operator seluler di Indonesia masuk ke layanan 2G, 3G, 4G, ternyata profitabilitasnya masih lemah, kecuali Telkom (Telkomsel).
Operator Seluler Perlu Breaktrough
Artinya, operator perlu 'breaktrough' untuk meningkatkan layanan dan profitabilitas. Salah satu strateginya dengan menggabungkan layanan seluler dan fixed broadband.
"Selama layanan 2G, 3G, 4G membuat operator investasi terus tapi Average Revenue Per User (ARPU) gitu-gitu aja--untuk Telkom dan Telkomsel mungkin Rp 40.000-Rp 45.000--tapi yang lain effort-nya beda," ungkap Niko.
Dalam pandangannya, jika Indihome akan spin-off keluar dari Telkom, digabungkan dengan Telkomsel, akan menjadi aksi korporasi besar yang challenging tapi itu adalah masa depan.
"Sebab, apa lagi yang Telkom bisa lakukan? Mereka banyak service. Jika Telkomsel-Indihome bisa digabungkan, akan menuju digitalisasi service dan consumer oriented," ujar Niko.
Ia berpendapat Telkom akan jadi holding company, integrasi ini akan jadi co-center untuk unlock value, dan mendorong lagi revenue.
"Menurut saya, langkah ke depan Telkom fokus ke konsumer mobile dan fixed mau enggak mau harus gabung. Kalau tidak dilakukan Telkom, operator telekomunikasi lain akan melakukannya," ulas Niko.
Advertisement
Peluang Baru Akan Muncul
Praktisi Digital Guntur S Siboro mengatakan, keuntungan Telkom mengintegrasikan Telkomsel-Indihome adalah network integration.
“Jadi jaringan keduanya akan dikelola satu perusahaan. Memang secara teknis, integrasi ini tidak mudah karena baik jaringan Telkomsel dan Indihome sama-sama sudah mature,” tutupnya.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menambahkan secara makro ekonomi jika FMC bisa diwujudkan akan menjadi pertumbuhan ekonomi baru tidak hanya bagi operator tetapi juga masyarakat.
"Akan ada peluang-peluang baru nantinya tercipta berkat kehadiran FMC," ucapnya menandaskan.
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Advertisement