Liputan6.com, Jakarta - Salah satu organisasi nirlaba, yakni National Cybersecurity Alliance dalam risetnya menemukan, generasi Z atau masyarakat di rentang usia 18-25 tahun, serta generasi Y atau milenial di rentang usia 26-42 tahun ternyata paling rentan terkena penipuan online.
Riset ini pun menarik perhatian Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet. Untuk itu, ia meminta, Kementerian Kominfo (Komunikasi dan Informatika) dan BSSN menjadikan data riset tersebut sebagai bahan evaluasi menyeluruh, mengingat maraknya penipuan online yang terjadi belakangan ini.
Baca Juga
"Dengan mempersiapkan regulasi maupun aturan teknis guna menjaring pelaku penipuan online," tutur Bamsoet dalam keterangan yang diterima, Kamis (29/9/2023).
Advertisement
Lebih lanjut Ketua MPR Bamsoet juga meminta, Kominfo dan BSSN lebih mendalami perkembangan modus penipuan online yang kerap terjadi, seperti scam atau phishing, pencurian identitas, love scam/romance scam atau penipuan berkedok asmara, serta potensi modus dan pola penipuan online lainnya.
Dengan demikian, ia berharap bisa dilakukan langkah penanganan dan pencegahan yang tepat untuk menekan jumlah kasus penipuan online ke depannya. Ia juga berharap Kominfo bekerja sama dengan BSSN untuk meningkatkan keamanan sistem online di Tanah Air.
"Kemkominfo bekerjasama dengan BSSN dalam meningkatkan keamanan dalam sistem online dan melakukan langkah inovasi digital guna meminimalisir terjadinya penipuan online, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan keamanan dalam berseluncur di dunia online, utamanya bagi generasi Z," tuturnya melanjutkan.
Tidak hanya itu, ia juga meminta pemerintah dan Kepolisian segera mengambil sikap tegas apabila mengetahui dan menerima laporan adanya penipuan online, serta memberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku terhadap pelaku, sekaligus berkomitmen meningkatkan keamanan siber di Indonesia.
Bamsoet juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengamankan data pribadi secara online di tengah perkembangan teknologi yang begitu masif saat ini. Terutama, masyarkaat yang memiliki anak atau kerabat di rentang usia generasi Z.
Waspada, Aplikasi Penipuan Online Berkedok AI, Chatbot, dan Elon Musk Beredar di Google Play Store
Di sisi lain, perusahaan keamanan siber Kaspersky meminta mayarakat waspada terhadap skema penipuan online lintas platform, yang menunggangi berbagai topik terkini seperti AI, chatbot, hingga Elon Musk.
Baru-baru ini, pakar Kaspersky menemukan sejumlah aplikasi palsu di Google Play Store yang mengeksploitasi tren terkini seperti AI, chatbot, aset kripto, dan tautan terkait Elon Musk. Serangkaian penipuan online ini memanfaatkan minat pengguna demi menghasilkan uang dengan mudah.
Menurut Kaspersky, aplikasi palsu yang mereka analisis membuat klaim yang terlalu menjanjikan. Aplikasi palsu ini memberikan iming-iming keuntungan harian sampai USD 9.000 atau sekitar Rp 134 juta, dari investasi awal hanya USD 250 atau sekitar Rp 3,7 juta.
Selain itu, aplikasi-aplikasi investasi bodong ini juga mengklaim pengguna tak perlu keterampilan teknis apa-apa, serta menjamin bakal bebas dari risiko.
Begitu korban memasang aplikasi investasi bodong ini dan membukanya, mereka diminta untuk memasukkan informasi pribadi seperti nama, nomor telepon, dan email.
Setelah mengirimkan detail, sebuah pesan muncul untuk meyakinkan korban pendaftaran berhasil dan menginstruksikan mereka untuk menunggu telepon dari broker perwakilan dengan panduan lebih lanjut.
Mengutip siaran persnya, Senin (12/6/2023), Kaspersky mengatakan dalam skenario penipuan serupa, korban kadang akan mendapatkan telepon dari penipu, yang memberikan informasi lebih lanjut soal proses investasi.
Misalnya mulai dari informasi mengenai keberhasilan investasi, atau korban yang diperintahkan untuk mentransfer uang ke dompet penipu.
Sayangnya, korban kehilangan uangnya dan tentunya, tidak pernah menerima keuntungan yang dijanjikan. Selain itu, data curian yang diperoleh dalam penipuan online ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan berbahaya.
Advertisement
Temukan Laman Phishing
Peneliti Kaspersky juga telah mengidentifikasi halaman phishing yang menggunakan teknik dan struktur serupa.
"Kemungkinan besar serangan phishing ini diatur oleh operator yang sama yang bertanggung jawab menyebarkan aplikasi palsu," kata Kaspersky.
"Ini menunjukkan bahwa penyerang di balik penipuan ini mendiversifikasi metode mereka untuk meraup sejumlah uang dan berusaha menargetkan sebanyak mungkin korban," imbuh mereka.
Kaspersky menyebut telah mengontak Google tentang temuan ini, serta sudah memperingatkan soal aplikasi penipuan yang ditemukan di Google Play Store.
Igor Golovin, pakar keamanan di Kaspersky, mengatakan bahwa penipu online terus mengembangkan taktik untuk mengeksploitasi tren dan teknologi terbaru.
Lebih lanjut, menurut Golovin para penjahat siber ini memanfaatkan umpan dan desain menarik, untuk menargetkan pengguna yang tidak menaruh curiga.
"Dengan mendiversifikasi metode serangan mereka, penjahat dunia maya ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi korban yang disasar," kata Golovin.
Sangat penting bagi individu untuk tetap waspada, berhati-hati, dan berjaga-jaga terhadap ancaman yang selalu ada dalam lanskap digital," pungkasnya.
(Dam)