Potret Menembus Batas: Peci Hitam Jati Diri Bangsa

Peci Hitam. Penutup kepala ini memiliki sejarah panjang bersama dengan terbangunnya negara ini.

oleh Liputan6 diperbarui 27 Jul 2015, 02:05 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2015, 02:05 WIB
Potret Menembus Batas: Peci Hitam Jati Diri Bangsa
Peci Hitam. Penutup kepala ini memiliki sejarah panjang bersama dengan terbangunnya negara ini.

Liputan6.com, Jakarta - 6 Pemimpin negeri ini dengan khikmat menyatakan sumpahnya akan membawa negeri ini pada sebuah kejayaan. Negeri yang adil dan makmur.

Penampilan keenam panglima tertinggi negeri ini begitu elegan. Tidak mewakili sekelompok tradisi. Tidak mewakili sekelompok agama. Ia begitu Indonesia, ia identitas Indonesia.

Salah satu yang membuat penampilan para pemimpin-pemimpin Indonesia begitu sempurna adalah peci yang dikenakannya.

Peci Hitam. Penutup kepala yang seolah menjadi bagian pakaian resmi kenegaraan ini memiliki sejarah panjang bersama dengan terbangunnya negara ini.

Adalah Soekarno. Presiden kharismatikyang orasinya bisa membakar semangat bangsa. Penampilannya begitu necis dan benda yang selalu dikenakan sebagai identitas adalah peci hitam.

Tak ada urusan kemana Presiden berkunjung dan bertemu siapa.

Tahun 1959 saat bertemu pemimpin tertinggi umat katolik dunia di Vatikan. Bertemu Nikita Khrushchev Presiden Uni Soviet, pemimpin blok timur kala itu.

Tahun 1960 bertemu presiden Istvan Dobi di Hungaria. Demikian pula saat bertemu presiden adidaya Amerika Serikat John F Kennedy tahun 1961.

Sebagai pemimpin revolusi Indonesia, penampilannya pun menginspirasi pemuda-pemuda Indonesia.

Rumah Haji Oemar Tjokroaminoto cukup menyimpan cerita Sukarno dan penutup kepala. Sukarno muda tak langsung mengenal peci hitam. Sebagai lelaki Jawa, ia juga mengenakan penutup kepala yang disebut blangkon.

Pencarian jati diri dan gelora nasionalisme mengarahkan Sukarno pada sosok Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Sukarno muda pun tinggal di rumah guru politik pertamanya.

Dan ketika nasionalisme telah berkobar dalam dadanya tahun 1921, Sukarno meninggalkan blangkon dan memproklamirkan peci sebagai identitas nasional saat dirinya masih berstatus pelajar sekolah lanjutan menengah atas di Surabaya.

Rumah Mentor Politik Soekarno

Surabaya,kota yang mempunyai arti penting bagi Sukarno muda. Rumah di jalan peneleh 7 Nomor 29 jadi saksi proses pemikiran nasionalisme-religius Sukarno tumbuh.

Disinilah Sukarno kos mulai tahun 1918 saat ia masuk sekolah menengah atas Hoogere Burger School atau HBS di usia 17 tahun. Rumah mentor politik Sukarno, H.O.S Tjokroaminoto yang juga menjadi mertuanya setelah menikah belia dengan Utari.

Naik ke loteng dan dari sini pemikiran Sukarno tumbuh semakin kuat menjadi nasionalis. Kutipan pidato Sukarno dalam rapat Jong Java di Surabaya Juni 1921 jadi tonggak.

Peci adalah identitas nasional. Buah dari pencarian simbol jati diri bangsa. Simbol pergerakan rakyat melawan kolonialisme dan imprelialisme.

Faktanya peci hitam sendiri sudah melekat dalam kehidupan di negeri ini jauh sebelum Indonesia berdiri. Penutup kepala sudah jadi kebutuhan wajib masyarakat wilayah tropis.

Cerita peci penuh dengan versi. Sebagian ahli sejarah percaya, songkok menjadi pemandangan umum di Kepulauan Nusantara sejak abad ke-13.

Pedagang Jazirah Arab yang menyebarkan Agama Islam memperkenalkan budaya penutup kepala ini.

Pesantren negeri ini melahirkan budaya tersendiri. Penggunaan penutup kepala yang diperkenalkan pembawa Islam, dari surban atau turban dan bahkan fezzy menjadi lazim di kalangan ini.

Mengakar di pondok pesantren, santri dan peci hitam adalah identik. Peci hitam ini dianggap paling Indonesia.

Bahkan dahulu, para santri malu menggunakan kopiah selain berwarna hitam jika belum naik haji.

Memasuki bulan Ramadan, Desa Bungah di Kabupaten Gresik justru kian menggeliat. Jemari kaum ibu di sini lincah memainkan jarum dan benang merapikan sulaman peci.

Tuntutan pesanan meningkat hingga menyerap ratusan tenaga pekerja. Meski inovasi penutup kepala baru sangat gencar, jumlah pesanan peci hitam tetap jadi primadona di Desa Bungah.

Angka produksi peci hitam polos atau peci nasional mencapai 70% dari total produksi 18 ribu buah per bulan. Ini menandakan peci hitam tak sekedar tinggal riwayat.

Bagaimana peci hitam menjadi erat kaitannya dengan Sukarno dan identitas nasional Bangsa Indonesia? Saksikan selengkapnya dalam tayangan Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (26/7/2015), di bawah ini. (Nda/Ali)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya