Penertiban PKL di Ambon, Bogor, dan Jakarta Berujung Ricuh

Penertiban yang dilakukan Satpol PP setempat di wilayah Ambon, Bogor, dan Jakarta berujung ricuh karena pedagang tak terima.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Agu 2015, 01:25 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2015, 01:25 WIB
20150811-Penertiban PKL-Jakarta
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Ambon - Kericuhan tak bisa dihindari lagi saat para pedagang ingin mempertahankan kiosnya yang hendak dibongkar di Jalan Sultan Babullah, Ambon, Maluku. Baku hantam bahkan terjadi antara Satpol PP dengan para pedagang yang melawan.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Selasa (11/8/2015), kuatnya niat untuk mempertahankan kios membuat seorang perempuan berteriak kepada Satpol PP. Sebesar apa pun perlawanan, Satpol PP tetap menarik paksa sang perempuan dan membongkar kiosnya.

Para pedagang menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon tebang pilih dalam penertiban bangunan liar yang dijadikan kios pedagang. Selain itu, tidak ada pemberitahuan sebelumnnya sehingga para pedagang tak mempersiapkan tempat baru untuk pindah. Khawatir kericuhan semakin parah, petugas Satpol PP akhirnya menghentikan pembongkaran.

Sementara itu, pedagang kali lima (PKL) di M.A Salamun, Bogor, Jawa Barat berusaha mengambil kembali barang mereka meski telah diangkut. Namun usaha para pedagang ini sia-sia. Satpol PP justru mengusir para pedagang dengan paksa.

Salah seorang pedagang marah dan menendang kotak tempat barang dagangannya. Bahkan pedagang perempuan juga ikut memarahi Satpol PP karena tidak diizinkan mengambil barangnya yang telah diangkut ke truk.

Satpol PP juga menertibkan PKL di sejumlah jalan seperti di Jalan Dewi Sartika dan Mayor Oking, Bogor yang kerap dijadikan tempat berjualan meski sering dirazia. Pemkot Bogor sebenarnya telah menyediakan lahan relokasi, namun para pedagang enggan menempati karena sepi pembeli.

Di Kemayoran Gempol, Jakarta Pusat  bangunan liar yang dijadikan lapak berjualan dibongkar paksa Satpol PP. Para pedagang hanya bisa menahan kecewa saat bangunan tempat mereka mengais rezeki diratakan dengan tanah.

Para pedagang juga bingung bangunannya tetap dibongkar karena mereka telah membayar uang sewa Rp 2 juta per bulan. Pembongkaran dilakukan karena bangunan menyalahgunakan fungsi jalan dan sering menyebabkan kemacetan. (Vra/Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya