Pantang Menyerah: Guru yang Mengajar Hingga Titik Darah Terakhir

Sosok guru honorer tersebut adalah Maman Supratman yang mendedikasikan dirinya bagi pendidikan anak bangsa tanpa berharap uang pensiun.

oleh Liputan6 diperbarui 30 Okt 2015, 13:40 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2015, 13:40 WIB
20151030-Pantang Menyerah-Bekasi
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Bekasi - Predikat sebagai guru mulia diberikan Menteri Pendidikan pada seorang guru honorer yang selama 40 tahun telah mengabdikan hidupnya sebagai guru seni budaya dan pengrajin di Bekasi, Jawa Barat.

Sosok guru tersebut adalah Maman Supratman yang mendedikasikan dirinya sebagai pendidikan anak bangsa tanpa berharap uang pensiun.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, dalam segmen Pantang Menyerah, Jumat (31/10/2015), nampak Pak Maman dengan cekatan menyelaraskan nada pada alat musik kolintang buatannya dengan bantuan keyboard. Sesekali kepingan kayu dipotongnya untuk mendapatkan nada yang sesuai.

Maman bukan sekedar pembuat kolintang, ia juga mahir memainkan angklung, seruling, degung, gamelan, dan alat musik tradisional lainnya. Beragam profesi pun pernah ia jalani mulai dari ahli gambar, pembuat angklung, pemain arumba hingga takdir membawanya menjadi guru diawali dengan mengajar fisika pada 1977.

Kini di usianya yang 75 tahun, Pak Maman setiap harinya masih aktif mengajar di 2 sekolah menengah pertama (SMP) sebagai guru seni budaya.

Di usia senja, Maman pun tak ingin merepotkan anak-anaknya. Bapak 5 anak, kakek 9 cucu, dan 3 cicit ini setiap harinya menempuh jarak 20 kilometer dengan berkendara sendiri dari rumah kontrakannya. Meski status honorernya tak pernah berubah, Maman tetap semangat.

"Beliau tidak pernah terlambat datang ke sekolah. Dari sisi usianya yang sudah sangat sepuh, tapi dari loyalitasnya, dedikasinya yang masih betul-betul ditunjukan dan dipertanggungjawabkan. Itulah yang memotivasi kami. Seusia berapa asalkan masih kuat, masih mampu, saya tidak akan pensiunkan," ungkap Kepala SMPN 17 Bekasi Untung Hartono.

Di tahun 1980 Maman sempat mengajukan berkas pengangkatan PNS, namun usahanya tak berbuah hasil.

"Kebetulan begitu di sana, data saya dikembalikan lagi. Katanya Pak Maman nggak bisa diangkat umurnya sudah 40 tahun. Batas itu 37. Yang satu masih mending bisa, jadi TU atau Tata Usaha. Umurnya dia waktu itu 20 atau 35-an gitu. Biar aja dah, mungkin nasib saya memang harus jadi guru honorer kali. Oleh Allah mungkin lebih baik saya jadi begini," ucap Pak Maman.

Selama hampir 40 tahun, Maman sudah mengajar di 9 sekolah. Profesi guru menjadi suntikan energi bagi tubuh rentanya.

"Bagi saya nggak merasa susah. Kebetulan saya guru kesenian, guru fisika mikir terus. Nyanyi, jadi saya selalu senang. Walau di rumah nggak punya beras, nyanyi terus di sekolah, istilahnya," ucap Maman.

Maman menambahkan, bergaul dengan orang banyak membuatnya mengetahui kesusahan maupun kesenangan para muridnya dan membuat hatinya terisi.

Meski tak bermodalkan ijazah pendidik, cara mengajar Pak Guru Maman sangat disukai murid-muridnya. "Efektif, bagus, terus Pak Maman datangnya juga tepat waktu. Kalau di buku paket atau buku pelajaran materinya kurang lengkap dilengkapi sama Pak Maman," kata Ayu Widya, murid Maman Supratman.

"Biar ajalah mati sambil ngajar juga. Istilahnya sampai titik darah penghabisan. Tapi saya masih kuat dan terapi untuk kesehatan juga," ucap Maman, sang guru honorer mulia. (Mar/Sun)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya