Potret Menembus Batas: Filosofi Topeng Jawa

Tradisi Jawa menempatkan topeng justru pada sebuah nilai kejujuran.

oleh Muhamad Nuramdani diperbarui 27 Mar 2017, 02:47 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2017, 02:47 WIB
Tari Topeng
Tradisi Jawa menempatkan topeng justru pada sebuah nilai kejujuran.

Liputan6.com, Bantul - Harum semerbak bunga tujuh rupa mengisi nafas keseharian sebagian masyarakat Yogyakarta. Perjuangan menggapai cita-cita. Sebagian digantungkan dari solek dan harum magis bunga.

Di antara mereka, energinya tak pernah habis mengisi hidup dan bertahan di tengah himpitan. Tak sendiri ia hidup dengan falsafah yang dipegang teguh. Entitas Keraton Yogyakarta, salah satu bagian penting yang paham dan secara sadar mejalankanya.

Menjalani peran sebagai abdi dalem keraton adalah suratan yang harus dijalani. Jujur dan apa adanya, kunci menjalani hidup bahagia.

Nerimo ing pandum, salah satu yang terus digenggam. Ini berarti iklas menerima, baik dari sesama manusia atau dari tuhan yang maha kuasa. Jujur dan tanpa topeng.

Topeng yang oleh masyarakat modern lebih dikaitkan dengan tipu daya, sejatinya telah ada sejak berpuluh abad silam.

Bukan sekedar perupa wajah, topeng menyeruak dalam budaya. Budaya dunia bahkan menempatkan topeng pada posisi tinggi yang begitu lekat pada tradisi. Tradisi Jawa menempatkan topeng justru pada sebuah nilai kejujuran.

Latihan tarian topeng bukan latihan biasa. Bergulat di atas licinnya lumut basah. Gabungan antara keseimbangan dan kekuatan otot kaki, tangan dan tubuh. Di sini, instuisi penari benar-benar diasah.

Kehadiran topeng dalam budaya mewujud dalam berkesenian.

Doktor Martinus Miroto terlahir sebagai putra pemain gender di pentas wayang kulit. Kegelisahan mengalir dalam nadinya.

Mencoba menguak segala sifat manusia dalam sebuah karya seni berupa tari topeng lima wajah.

Sebanyak 15 karakter muncul dari tiga individu penari. Satu penari memainkan lima karakter wajah dalam ekspresi topeng.

Wujud dari lima sifat manusia yang tampil secara bersama, yakni senang, murka, sedih, takut, juga tanpa ekspresi.

Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta bergulat sebagai pusat kajian, penciptaan, dan pengelolaan seni tari, menyelaraskan perubahan sosial dan budaya dalam sebuah karya seni. Mencoba mengambil peran dalam memperkaya nilai-nilai kemanusiaan sesuai perkembangan zaman.

Eksistensi Miroto sebagai pelaku sekaligus pendidik seni tari diakui dunia. Bahkan Jepang sebagai negara tradisi, menggandeng Miroto menggali nilai-nilai dalam pertunjukan topeng yang akan digelar dalam olimpiade dunia 2020.

Saksikan tayangan filosofi tari topeng yang ditayangkan Potret Menembus Batas, Minggu (26/3/2016).

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya