Menkeu: Harga BBM Harus Naik Tahun Ini

Pemerintah akan kembali menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 2014.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Feb 2014, 07:30 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2014, 07:30 WIB
chatib-basri-130516c.jpg

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah semakin terdesak dengan kondisi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai Rp 250 triliun dalam APBN 2014. Dan Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menilai perlunya menaikkan harga BBM bersubsidi tahun ini.


Dalam acara ANZ Economic Outlook 2014, Chatib tak berkutik ketika dipaksa menjawab pertanyaan soal kemungkinan penyesuaian kembali harga BBM bersubsidi di tahun ini.


"Jawaban demokratisnya harga BBM harus dinaikkan tahun ini, karena total subsidi BBM kita sebesar Rp 250 triliun," ungkap dia, Rabu (26/2/2014) malam.

Namun mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu mengingatkan, kenaikan harga BBM akan memberikan dampak terhadap peningkatan inflasi dan tingkat kemiskinan di Indonesia.

"Risikonya inflasi. Kalau inflasi naik, harga barang juga naik dan akan berimbas kepada 100 juta orang yang hidup di garis kemiskinan atau hampir miskin," jelas Chatib.

Oleh karena itu apabila kebijakan ini terealisasi, sambung dia, pemerintah harus memikirkan pemberian kompensasi bagi masyarakat miskin tersebut.

Chatib mencontohkan, saat kenaikan harga BBM subsidi pada 2005 hingga 120%, inflasi melonjak menjadi 17,5%. Kondisi tersebut akhirnya berdampak kepada tingkat kemiskinan yang meningkat lebih dari 2%.

"Jadi ada dua sisi yang harus dilihat, yakni budget dan alokasi infrastruktur. Dampak kemiskinan yang harus dijaga betul," ujar Chatib.

Pemerintah, kata dia, tengah mengkaji penerapan subsidi tetap BBM yang dipatok untuk setiap liternya sehingga perubahan harga dan nilai tukar rupiah dapat diminimalisir. Harga BBM tetap berfluktuatif namun masih dalam range.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, pemerintah sangat kesulitan menaikkan harga BBM subsidi tahun lalu karena pertimbangan inflasi dan kemiskinan.

Namun pada dasarnya, sambung dia, BI pun berkeinginan supaya anggaran subsidi BBM berkurang dan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur. Karena saat ini, kata Agus, ekonomi Indonesia sulit bertumbuh di atas 6,5% karena ada kelemahan secara struktural.

"Kalau dari dunia usaha, pemerintah dan lembaga otoritas sepakat subsidi dikurangi untuk infrastruktur alangkah baiknya. Inflasi lebih dari 4,5% tidak apa, nanti BI akan meminimalisirnya supaya Indonesia jauh lebih baik ke depan," tandas Agus. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya