Gara-gara Harga Minyak, Pengusaha Penerbangan Global Revisi Target

Industri penerbangan dunia disebut berada pada jalurnya untuk meraup kenaikan keuntungan selama dua tahun berturut-turut.

oleh Nurmayanti diperbarui 13 Mar 2014, 13:28 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2014, 13:28 WIB
maskapai130506b.jpg

Liputan6.com, Petaling Jaya Industri penerbangan dunia disebut berada pada jalurnya untuk meraup kenaikan keuntungan selama dua tahun berturut-turut, menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA).

Meski, keuntungan industri pada tahun ini direvisi lebih rendah menjadi US$ 18,7 miliar dari perkiraan sebelumnya US$ 19,7 miliar, menurut pernyataan IATA melansir laman The Star, Kamis (13/3/2014).

"Ini merupakan perbaikan atas 2013 dibantu pandangan yang sedikit lebih baik untuk pasar kerja. Airlines di wilayah ini memiliki pangsa terbesar dari pasar udara internasional . Namun, gejolak di pasar valuta asing pada awal tahun ini telah berdampak buruk terhadap prospek pertumbuhan untuk ekonomi besar di kawasan seperti India dan Indonesia," jelas Direktur Jenderal IATA dan Chief Executive Officer Tony Tyler.

Asosiasi memperkirakan maskapai di kawasan Asia-Pasifik tahun ini bisa meraup keuntungan sebesar US$ 3,7 miliar dan laba sebelum bunga dan pajak sebesar 3,4%.

Dia memperkirakan keuntungan dari penerbangan di wilayah ini pada 2014 bisa mencapai US$ 400 juta, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

Penyebab diubahnya target pendapatan imbas dari harga minyak yang lebih tinggi. Maklum, selama ini minyak berkontribusi 30% dari rata-rata struktur biaya maskapai.

Harga minyak saat ini diperkirakan rata-rata US$ 108 per barel atau US$ 3,50 per barel di atas proyeksi sebelumnya. Harga bahan bakar jet dipredikai naik menjadi US$ 124,60 per barel.

Secara keseluruhan , biaya bahan bakar diperkirakan akan naik sekitar US$ 3 miliar dibandingkan dengan perkiraan Desember 2013.

Namun kenaikan biaya masih bisa diimbangi kenaikan permintaan transportasi udara. Pendapatan industri secara keseluruhan diperkirakan akan meningkat menjadi US$ 745 miliar.

"Secara umum , outlook positif. Kemajuan ekonomi siklus mendukung lingkungan permintaan yang kuat . Dan yang mengkompensasi tantangan biaya bahan bakar yang lebih tinggi berkaitan dengan ketidakstabilan geopolitik. Namun industri secara keseluruhan, tetap pada tingkat yang tidak memuaskan dengan margin laba bersih hanya 2,5%," jelas dia .

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya