Metro Kapsul Jokowi Baru Sebatas Wacana

Kemenhub mengakui hingga kini belum ada kajian terkait pembangunan metro kapsul. Pemerintah fokus pada proyek monorel

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Mar 2014, 20:49 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2014, 20:49 WIB
metro-kapsul

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku belum menggelar kajian apapun terkait wacana pembangunan angkutan umum berbasis rel, metro kapsul, yang diusung Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Metro kapsul dirancang sebagai alternatif sarana transportasi publik selain kereta monorel yang saat ini masih terkendala hitung-hitungan pendanaan.

"Itu kan baru gagasan. Kami belum lihat kapsul itu apa dan modelnya bagaimana. Saya belum tahu dan kajiannya pun belum," ucap Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono di Jakarta, Selasa (18/3/2014).

Bambang justri mengimbau agar pihak terkait fokus dalam terus melanjutkan proyek monorel. Alasannya, angkutan umum jenis monorel sangat layak dibangun untuk jarak dan kondisi tertentu.

Diakuinya, proyek monorel di beberapa negara seperti Australia dan Malaysia memang tak mampu beroperasi maksimal. "Memang ada plus minusnya karena ada jalur-jalur tertentu. Misalnya di Chongqing China, pembangunan kapasitas monorel sangat besar di sana, sementara di Mumbai ada monorel tapi punya kelemahan ," ujarnya.

Untuk itu, Bambang mengimbau agar kekurangan pada proyek monorel dari negara sahabat itu dapat menjadi pelajaran berharga.

Sebelumnya, Calon Presiden Jokowi menyebut metro kapsul bakal diintegrasikan dengan monorel maupun Mass Rapid Transit (MRT). Sebab Jakarta membutuhkan transportasi publik sangat besar dan beragam.

"Semuanya masih dihitung, yang lama (monorel) masih dihitung, yang baru (metro kapsul) juga masih dihitung. Metro kapsul itu daya angkutnya bisa lebih banyak dari monorel," kata dia.

Menurut Jokowi, ada banyak koridor yang dibutuhkan untuk transportasi berbasis rel di Jakarta, salah satunya menggarap metro kapsul.

"Kan koridor jalur yang dibutuhkan banyak sekali. MRT baru mulai dari Selatan ke Utara, Barat ke Timur. Satu kota sebesar Jakarta bisa puluhan, bukan hanya satu dua koridor. Jadi tidak hanya green line, blue line saja," tukasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya