Liputan6.com, Indiana - Negara kaya dengan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata tidak menjamin para penduduknya hidup bahagia. Para penduduk di negara kaya terbukti lebih sering merasa cemas dan mudah marah dibandingkan masyarakat yang tinggal di negara miskin.
Padahal, seperti dikutip dari Live Science, Rabu (30/4/2014), pada sejumlah penelitian sebelumnya, penduduk di negara kaya juga mengaku puas dengan kehidupannya. Akan tetapi hasil penelitian Purdue University membuktikan, tingkat stres yang lebih tinggi justru lebih sering menimpa masyarakat yang hidup di di negara kaya seperti Amerika Serikat (AS).
Baca Juga
"Tinggal di negara kaya dengan pertumbuhan ekonomi yang melaju sangat cepat menunjukkan betapa banyaknya hal yang harus dilakukan," ungkap asisten profesor psikologi Purdue University Louis Tay.
Advertisement
Di negara kaya, para penduduknya cenderung menargetkan capaian yang lebih tinggi. Belum lagi, lebih banyak pilihan hidup yang tersedia dibandingkan di negara-negara miskin. Para penduduknya cenderung lebih fokus karena tinggal di negara dengan pertumbuhan yang lamban dengan jumlah tuntutan yang sedikit.
Penelitian sebelumnya juga menemukan hubungan antara tingkat kekayaan negara dengan tingkat kecemasan dan tekanan para penduduknya. Para penduduknya cenderung dituntut untuk membuat pilihan karir atau ekonomi dengan sangat cepat dan menyebabkannya merasa lebih mudah tertekan.
Dalam penelitian tersebut, dengan pendapatan serupa, penduduk di negara kaya tercatat lebih puas dengan kehidupannya dibandingkan masyarakat di negara miskin. Misalnya, penduduk yang mendulang pendapatan US$ 30 ribu per tahun di AS akan lebih puas dengan kehidupannya dibandingkan pegawai dengan penghasilan setara di Zimbabwe.
"Secara naluriah, lingkungan tempat tinggal sangat mempengaruhi kebahagiaan Anda. Meski memang, jumlah pendapatan di sebuah negara sangat mempengaruhi kebahagiaan penduduk," ujarnya.
Dia juga menjelaskan, stabilitas ekonomi dan infrastruktur di sebuah negara dikaitkan dengan tingkat kejahatan dapat mempengaruhi tingkat kebahagiaan seseorang.
Sekadar informasi, para peneliti dalam riset tersebut menganalisa data penghasilan 840 ribu masyarakat dari 158 negara. Tak hanya bahagia, para partisipan juga mengungkapkan perasaan sedih, khawatir dan marah mengenai pendapatannya. Hasil penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal bertajuk `Psychological Science` di AS.