Pemerintah Optimistis Penerimaan Cukai Bakal Tinggi

"Penerimaan cukai bukan karena tutup pabriknya, tapi karena yang merokok tidak ada,"ujar Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Agung K.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Mei 2014, 12:30 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2014, 12:30 WIB
Ilustrasi Rokok 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Rokok 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan besar kecilnya penerimaan cukai tergantung pada produksi dan penjualan rokok. Hal ini menepis anggapan bahwa target penerimaan cukai bakal merosot lantaran penutupan dua pabrik rokok milik PT HM Sampoerna Tbk di Jember dan Lumajang, Jawa Timur.

"Penerimaan cukai bukan karena tutup pabriknya, tapi karena yang merokok tidak ada. Jadi saya nggak bisa memberikan jawaban juga," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Agung Kuswandono di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (20/5/2014).

Saat dimintai tanggapan soal adanya penurunan pangsa pasar Sigaret Kretek Tangan (SKT) emiten berkode HMSP sekitar 20%, Agung enggan berkomentar. Pasalnya dia menilai itu adalah persoalan bisnis perusahaan.

"Itu kan yang ngomong dia (HM Sampoerna). Memang ada penurunan cukai sedikit tapi penutupan ini belum tercover ke penurunan tersebut. Mungkin kita tunggu 1-2 bulan, apakah berpengaruh atau tidak," jelasnya.

Agung mengaku, tren penerimaan cukai terus mengalami kenaikan. Sekitar 95% penerimaan cukai berasal dari rokok. Dia menyebut, pemerintah menargetkan pertumbuhan penerimaan cukai sekitar 8%-16% setiap tahun. Dan tahun ini dipatok mengalami kenaikan cukup tinggi.

Agung menggambarkan kebiasaan para perokok yang setia dengan satu produk rokok saja. Namun tren itu dapat bergeser apabila harga rokok sudah terlampau tinggi.

"Saya nggak bisa bilang pangsa pasarnya hilang karena rokok itu istilahnya in-elastis. Kalau sudah merokok merek satu, jarang sekali pindah ke merek lain, tapi nanti ada batas jika harganya sudah terlalu tinggi, maka dia akan mencari produk yang mirip dengan harga yang lebih rendah. Jadi pangsanya nggak hilang walaupun ada pengaruh sedikit," tutur dia.

Saat ini, dia mengatakan, konsumsi rokok pada pemilihan umum (pemilu) 2014 tidak setinggi asumsi Ditjen Bea dan Cukai. Dulu, lanjutnya, rokok sering dibagi-bagikan ke masyarakat pada musim kampanye.

"Sekarang mungkin rokok sudah bukan tren lagi untuk dibagi bagikan, kalau pun dibagikan ke masyarakat dengan merek tertentu. Sekarang sudah tidak ada, jadi (konsumsi) rokok normal-normal saja," tandas Agung. (Fik/Ahm)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya