Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha mengaku aksi penutupan alur pelayaran Sungai Barito, Marabahan di Kabupaten Barito Kuala sejak 5 Juni 2014 oleh Dinas Perhubungan setempat atas perintah Bupati Barito Kuala membuat kerugian besar.
Carmelita Hartoto, Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA) memperkirakan kerugian akibat penutupan alur ini, khususnya dari sektor tambang dan pelayaran hampir mencapai US$ 15 juta per hari sekitar Rp 176,8 miliar (kurs Rp 11.785).
Angka itu didapatkan dari perkirakan muatan yang diangkut sebanyak 250.000 ton perhari dari mulut Barito. "Saya sangat menyesalkan hal ini terjadi," ujar dia, Minggu (8/6/2014).
Advertisement
Wakil Ketua Umum INSA bidang Tug and Barge Teddy Yusaldi mengatakan alur pelayaran adalah wilayah publik sehingga penutupan alur pelayaran sangat mencederai kepentingan publik. "Saya sangat menyesalkan hal ini terjadi," ujarnya.
Menurut dia, kebijakan penutupan alur pelayaran itu dapat dikategorikan sebagai kebijakan yang meresahkan bahkan membahayakan kepentingan ekonomi nasional. "Sebab, ratusan kapal terancam tidak bisa menggunakan alur pelayaran tersebut, padahal alur itu dilindungi UU."
Di sisi lain, anggota pelayaran INSA juga diminta untuk menandatangani kertas kosong yang manfaatnya tidak diketahui untuk apa. "Kami menerima laporan anggota kami diminta menandatangani kertas kosong. Kami harapkan, kejadian ini tidak benar-benar terjadi," tegas dia.
Bupati Barito Kuala melalui suratnya No.180/1258/Hukum perihal Penegasan Pelaksanaan Wajib Pandu di Perairan Wajib Pandu Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, tertanggal 26 Mei 2014 menegaskan akan menutup alur pelayaran sejak Kamis, 5 Juni 2014.
Penutupan alur tersebut dilakukan setelah perusahaan PT Pelabuhan Barito Kuala Mandiri (PT PBKM) dan operator pelayaran yang tergabung ke dalam INSA Banjarmasin belum mencapai kesepakatan soal besaran tarif pandu. (Nrm)