Liputan6.com, Jakarta - Setelah menerima kunjungan dari Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoran Copper & Gold Inc Richard C Adkerson, kini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung (CT) kembali kedatangan Presiden dan CEO Newmont Mining Corporation Gary J. Goldberg.
Newmont Mining Corporation merupakan induk usaha dari PT Newmont Nusa Tenggara. Dari pantauan Liputan6.com, Jumat (13/6/2014), Gary mendatangi kantor Kemenko Perekonomian di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat pada pukul 15.45 WIB.
Menggunakan mobil bermerek Velfire putih, Gary di dampingi Presiden Direktur Newmont Nusa Tenggara, Martiono Hadianto yang menunggangi mobil terpisah Toyota Alphard hitam.
Beberapa menit sebelumnya, sudah hadir Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar. Lalu disusul Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo.
Mahendra mengaku, pemerintah ingin bertemu dengan bos Newmont Mining Corporation yang jauh-jauh terbang dari markasnya di Amerika Serikat. Namun sayang, mantan Wakil Menteri Keuangan ini enggan membocorkan apa saja yang akan dibahas bersama mereka.
"Agendanya memang kita mau bertemu Newmont pukul 16.00 WIB ini," tegas dia.
Hingga saat ini, rapat tersebut masih berlangsung.
Sebelumnya, CT menyatakan PT Newmont Nusa Tenggara akan menyetor uang jaminan sebesar US$ 25 juta atau sekitar Rp 290,81 miliar (asumsi kurs Rp 11.632 per dolar Amerika Serikat) terkait komitmennya membangun pabril pengolahan dan permurnian (smelter) mineral. Namun perusahaan tambang ini akan memanfaatkan smelter milik PT Freeport Indonesia.
"Newmont telah melakukan kerjasama dengan Freeport untuk membangun dan memanfaatkan smelter bersama. Jadi nggak nebeng, tapi kerjasama," ucapnya.
Dia menyebut, hanya ada satu smelter yang akan digarap Freeport dan Newmont. Artinya, masih ada kelonggaran smelter berkapasitas konsentrat 1,6 juta ton per tahun milik Freeport yang bisa dimanfaatkan Newmont.
"Smelter yang dibangun satu unit bukan dua. Di smelter itu, ada kelonggaran yang bisa dimanfaatkan Newmont. Perjanjiannya diserahkan ke kedua perusahaan itu secara business to business sesuai hukum Indonesia dan tidak bisa dibatalkan pihak manapun," jelasnya.
Newmont juga telah menyampaikan pemberitahuan kepada pemerintah dan karyawan bahwa perusahaan sedang dalam keadaan kahar (force majeure) sesuai kontrak karya. Hal itu seiring dengan penerapan larangan ekspor yang membuat perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan produksi.
"Untuk meminimalkan biaya pengeluaran dan menjaga kemampuan serta kesiapan perusahaan untuk kembali beroperasi, sekitar 80% dari 4.000 karyawan di Batu Hijau akan ditempatkan dalam status stand-by dengan pemotongan gaji mulai 6 Juni 2014," tutur Martiono pada Kamis 5 Juni 2014.(Fik/Ndw)
Advertisement