Liputan6.com, Jakarta - Proyek pengembangan mobil nasional hingga saat ini belum juga berjalan seperti harapan banyak pihak. Beragam hal menjadi kendala pengembangan mobil tersebut.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Noegardjito jika dilihat dari segi kemampuan komponen, sebenarnya produsen di dalam negeri sudah mampu memenuhi kebutuhan komponen tersebut.
"Komponen-komponen kunci di dalam mobil seperti bodi, engine, transmisi, steeting dan rem sudah bisa dibuat disini. Tapi kalau mau buat merk baru, siapa yang mau investasi. Di sini kan yang mau investasi asing," ujarnya di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Menurut dia, alasan mobil merk nasional akan sulit berkembang karena mahalnya investasi yang dibutuhkan untuk membangun jaring aftersales jika produksi sebuah kendaraan sudah berjalan. Hal ini yang belum bisa dilakukan pemerintah atau investor dalam negeri.
"Yang mahal bukan investasi pabriknya, yang mahal itu mengembangkan investasi after sales-nya. Kalau pabrik mungkin hanya butuh US$ 400 juta-US$ 700 juta untuk kapasitas produksi 100 ribu," kata dia.
Investasi setelah produksi ini, lanjut Noegardjito meliputi workshop, bengkel dan ketersediaan sparepart.
"Kemarin Isuzu baru bikin workshop di Pontianak Rp 55 miliar. Kalau tidak ada itu tidak laku. After sale network itu yang membuat mobil laku. Kalau urusan merk bisa apa saja. Mobil china nggak laku karena tidak ada after sales-nya. After sales itu harus kuat kalau mobilnya ingin laku," jelasnya.
Meski demikian, dia menyatakan saat ini yang lebih penting bukan soal pengembangan mobil nasional melainkan bagaimana meningkatkan kandungan komponen lokal dalam produk mobil yang diproduksi di dalam negeri.
"Jadi lebih penting lokal kontennya, karena dampaknya ke penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan indutrinya. Industri kuat karena lokal komponen banyak. Jadi yang penting benefit untuk negara," tandas dia. (Dny/Nrm)