Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan tarif listrik mulai 1 Mei 2014 untuk golongan industri I3 (terbuka) dan I4 serta golongan industri dan rumah tangga pada 1 Juli 2014 hingga saat ini masih ditentang oleh kalangan pengusaha.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Franky Sibarani mengatakan, akibat kenaikan ini serta ditambah faktor seperti depresiasi rupiah membuat pengusaha dalam negeri berniat untuk membangun pabrik di negara tetangga seperti Malaysia atau Vietnam.
Baca Juga
"Kami bisa investasi di luar negeri seperti di Malaysia, Thailand atau Vietnam. Tapi itu kan bagi industri besar. Kalau industri kecil dan rumah tangga, ya mereka langsung mati atau beralih jadi pedagang," ujar Franky di Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Menurut Franky, kondisi di negara lain dinilai kalangan pengusaha lebih stabil sehingga mampu memberikan kepastian yang dibutuhkan dalam membangun usaha.
"Kalau di luar lebih ada kepastian dalam banyak hal seperti kepastian hukum, lebih ada jaminan pasokan dan harga energi, serta jaminan suplai bahan baku," lanjut dia.
Terlebih lagi, Indonesia akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, sehingga proses pemindahan dan pembangunan pabrik akan menjadi lebih mudah. Hal ini bahkan sudah dijadikan orientasi dari beberapa perusahaan yang mempunyai pabrik di Indonesia.
"Saat MEA kan kami tidak harus bangun pabrik di Indonesia. Beberapa industri memang sudah berorientasi untuk bangun pabrik di luar Indonesia dalam 2-3 tahun terakhir. Itu baik multinasional maupun perusahaan nasional," kata Franky.
Untuk itu, pengusaha masih berharap pemerintah mau kembali meninjau dan melakukan revisi terhadap kenaikan listrik ini. "Kami minta pemerintah merevisi keputusan ini. Bagi pengusaha makanan sebenarnya ada pilihan untuk impor atau tetap produksi didalam negeri," tandasnya. (Dny/Ahm)
Advertisement