Berantas Mafia Migas, Menteri ESDM Didesak Rombak UU Ini

Pemerintah didesak untuk mengubah UU Migas No 21 tahun 2001 demi memberantas mafia migas.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 26 Nov 2014, 19:50 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2014, 19:50 WIB
SKK Migas
Foto: Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VII DPR RI kini sedang disibukkan untuk menyelamatkan mineral dan gas Indonesia dari tangan mafia migas. Meski meniatkan diri seperti itu, justru pembahasan tersebut membuat rericuhan di internal Komisi VII DPR RI.

Aksi saling tuduh-menuduh pun tak bisa terelakan, ketika Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi dari Fraksi Partai NasDem dengan Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Kardaya Warnika 

Menurut Direktur Executive Indonesia Institute For Democracy and Public Policy (DEIFDPP) yang juga sebagai pakar Migas, Taufan Hunneman, mendesak agar Kementerian ESDM untuk segera melakukan revisi total UU Migas Nomor 22 Tahun 2001.

"Di mana UU ini merupakan kemunduran dibanding dengan UU sebelumnya mengenai migas yakni UU 44 tahun 1960. Dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 sangat banyak kelemahannya, secara politik UU ini bagian dari design IMF yang sangat mendominasi Indonesia," ujar Taufan, saat dihubungi, Rabu (26/11/2014).

Menurutnya, dalam UU tersebut memberikan SKK Migas dan Pertamina peran yang sangat minim dalam mengelola migas.

"Secara materi UU ini memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada badan pelaksana (BP Migas yang kini menjadi SKK Migas ). Dalam UU ini juga menyiratkan peran pertamina yang dahulu sangat monopolistik menjadi sama dengan kontraktor lainnya," tegasnya.

Selain itu, Taufan juga meminta agar pihak Kementerian ESDM melakukan audit secara komperhensif diseluruh perjanjian-perjanjian pihak ke tiga.

"Perjanjian pihak ketiga, sudah terlalu banyak menguntungkan pihak ketiga. sebab sampai saat ini masih banyak kontrak-kontrak Migas yang tidak menguntungkan pertamina, namun justru merugikan pertamina," tegasnya.

Bukan hanya itu, lanjut Taufan, jajaran direksi yang masih eksis dan pernah bekerja dibawah tangan Karen Agustian
telah menunjukan tidak adanya prestasi yang cukup mumpuni.

"Saya juga menghimbau, agar pertamina jangan dipimpin oleh direksi yang saat ini memimpin, sebab seluruh jajaran direksi pertamina saat ini (yang pernah bersama) di bawah tangan Karen Agustiawan telah gagal melakukan akselerasi bisnis," tandasnya.

Sebelumnya, Kurtubi yang pernah bekerja di PT Pertamina ini menyatakan dengan tegas bahwa UU Migas harus direvisi untuk mencegah mafia migas bermain dari impor BBM. Akibat UU Migas, sistem pengelolaan dan pengusahaan perminyakan di Indonesia menjadi acak kadut.

Kurtubi juga merasa heran kenapa Kardaya Warnika bisa dijadikan Ketua Komisi VII. Padahal menurutnya Kardaya orang yang merusak sistem perminyakan di Indonesia.

"Kerusakan yang begini parah justru orang yang membuat kerusakan eksis, duduk diketua Komisi. Bagaimana mau membetulkan UU Migas," ujar Kurtubi.

Kardaya Warnika, sebelum pensiun adalah pejabat karier di Direktorat Jenderal Migas, Kementerian ESDM. Pria kelahiran daerah Tegal Gubug, Cirebon ini pernah menjabat sebagai Kepala BP Migas (kini SKK Migas).

Politisi partai Gerindra ini juga pernah menjadi Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM.

Sementara itu, penunjukan ekonom Faisal Basri sebagai Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas (KRTKM) beserta anggota tim dalam rangka pemberantasan mafia migas diragukan.

Dia dinilai kurang cocok. Apalagi, anggota tim yang dibentuk bukan orang-orang yang memiliki integritas bahkan ada yang terindikasi sebagai bagian dari mafia migas.

“Saya meragukan kapasilitas dan kredibilitas mereka karena pekerjaan memberantas mafia migas bukan tugas yang ringan. Jangan-jangan KRTKM ini menjadi lembaga formal melegalitas mafia migas, hanya berganti baju saja.,” ujar Direktur Eksekutif Komisi Kebijakan Publik Rusmin Effendy.

Dia pun mempertanyakan pembentukan Komite Reformasi Tata Kelola Migas yang dikhawatirkan hanya menjadi alat kepentingan politik dan pencitraan pemerintahan.

“Kalau tujuannya ingin memberantas mafia migas bukan hanya menyangkut Petral, tapi juga mafia migas yang ada di dalam negeri. Kan bukan rahasia umum lagi siapa yang selama ini bermain di bisnis migas dan dikenal sebagai mafia migas," tegasnya.

Menjawab soal masuknya anggota tim karena yang merupakan titipan, Rusmin mengakui telah meragukan sejak awal integitas mereka.

Rusmin juga menambahkan, hampir sebulan lebih pemerintahan Jokowi-JK berjalan, sudah terlihat tidak ada perubahan yang signifikan bagi kepentingan rakyat, bahkan yang terjadi semakin karut-marut mulai dari persoalan kartu sakti, kenaikan BBM, pengosongan kolom agama, kisruh di DPR dan sebagainya.(Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya