Kementerian Lingkungan Hidup Atur Legalitas Kayu Olahan

Kementerian Lingkungan Hidup juga mengeluarkan aturan soal legalitas kayu olahan untuk menjamin kelestarian pengelolaan hutan.

oleh Septian Deny diperbarui 29 Des 2014, 17:57 WIB
Diterbitkan 29 Des 2014, 17:57 WIB
Kayu
(FOTO : Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Selain Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) juga mengeluarkan aturan soal legalitas kayu olahan.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.95/Menhut-II/2014 tanggal 22 Desember 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.

Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian LHK, Bambang Hendroyono mengatakan, setidaknya terdapat beberapa hal yang diatur dalam revisi Permen LHK ini. Pertama, penyesuaian verifier proses Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) bagi IKM mebel atau furnitur.

Kedua, pemegang Izin Usaha Industri (IUI), Tanda Daftar Industri (TDI), dan Industri rumah tangga atau pengrajin dapat mengajukan Sertifikasi Legalitas Kayu secara berkelompok.

"Ketiga, pembiayaan sertifikasi secara kelompok dan penilikan (surveillance) periode pertama dapat dibiayai oleh pemerintah atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat,"  ujarnya di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Senin (29/12/2014).

Dan keempat, ekspor bagi Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK) IKM mebel atau furnitur yang belum atau sudah memiliki SLK yang bahan baku produk olahannya belum memiliki SLK atau DKP dapat menggunakan Deklarasi Ekspor sampai dengan 31 Desember 2015, serta rasionalisasi biaya sertifikasi bagi unit manajemen.

Dia menjelaskan sebenarnya, Sertivikasi Verifikasi Legalitas Kayu  (SVLK) merupakan aturan mandatory yang disusun secara multipihak dalam rangka menjamin kelestarian pengelolaan hutan dan/atau legalitas kayu, serta ketelusuran kayu melalui S-PHPL, S-LK, dan Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP).

"SVLK dibangun dengan tujuan untuk pemberantasan illegal logging dan illegal trading, perbaikan tata kelola usaha produk industri kehutanan, kepastian jaminan legalitas kayu, meningkatkan martabat bangsa, dan promosi kayu legal yang berasal dari sumber yang lestari," katanya.

SVLK sendiri saat ini digunakan sebagai instrumen dalam perdagangan kayu legal yang telah dinegosiasikan dengan pasar utama, antara lain Uni Eropa, Australia, Jepang, Kanada, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Korea Selatan, sehingga produk industri kehutanan dari Indonesia tidak dikenakan uji tuntas atau due diligence. (Dny/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya