Cegah Penangguhan, UMP Harus Dibedakan

Ada sekitar 27 perusahaan yang mengajukan permohonan penangguhan upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp 2,7 juta.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 06 Jan 2015, 10:56 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2015, 10:56 WIB
Sofyan Wanandi
Sofyan Wanandi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa perusahaan mengajukan permohonan penangguhan UMP sebesar Rp 2,7 juta. Di DKI Jakarta sendiri, terdapat 27 perusahaan yang meminta penangguhan tersebut.

Ketua Tim Ahli Ekonomi Wakil Presiden, Sofjan Wanandi mengatakan, agar para pengusaha tidak lagi mengajukan penangguhan, maka di masa mendatang UMP harus dibedakan sesuai dengan jenis usahanya.

"UMP-UMP itu dibedakan yang usaha kecil, padat karya, maupun padat modal, sehingga jangan seperti sekarang ribut terus UMP. Nanti orang tidak berani investasi di padat karya," kata Sofjan di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (6/1/2015).

Ia menjelaskan langkah yang diambil untuk saat ini adalah berkoordinasi secara tripartit --pemerintah, pengusaha, dan buruh. Sebab, pemerintah akan sulit menurunkan angka pengangguran tanpa industri padat karya.

Sejauh ini, Sofjan mendapatkan laporan selain Jakarta, wilayah yang banyak meminta penangguhan pembayaran UMP adalah Jawa Barat. "Industrinya terutama yang padat karya semua, tekstil, garmen, sepatu, makanan-minuman," terangnya.

Di ibukota, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyarankan agar memindahkan usahanya ke daerah lain. Terkait hal itu, Sofjan melihat pengusaha mau merelokasi ke Jawa Tengah, tapi terdapat kendala.

"Kebanyakan mereka mau relokasi ke jawa tengah, tapi ternyata buruhnya tidak cukup dan SDM mengahadapi kendala, perlu pelatihan-pelatihan," tandas Sofjan.

Sebelumnya, total perusahaan yang mengajukan penangguhan kepada Pemprov DKI hingga 2014 ada 27 perusahaan. Angka tersebut didominasi oleh perusahaan yang berasal dari Kawasan Berikat Nusantara Cakung, Jakarta Timur.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan tidak akan memberi penangguhan kepada perusahaan yang tidak mampu membayar pekerja sesuai dengan nilai UMP 2015 yang telah ditetapkan.

"Pindah saja, toh yang kerja bukan orang Jakarta yang rata-rata kerja. Sudah berapa kali minta tangguhkan, orang kebutuhan KHL segitu. Saya bilang enggak mau ada perbudakan," katanya di Balai Kota. (Silvanus Alvin/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya