Jalan 2 Bulan, Larangan Rapat di Hotel Mampu Hemat Rp 5,1 Triliun

"Itu data resmi dari BPKP, ini sesuatu yang baik," Kata Menteri PAN-RB, Yuddy Chrisnandi

oleh Septian Deny diperbarui 01 Mar 2015, 18:38 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2015, 18:38 WIB
Hotel-PNS-Rapat-Hemat-Ubi2
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Yuddy Chrisnandi mengatakan bahwa kebijakan pemerintah yang melarang pejabat atau pegawai negeri sipil untuk menggelar rapat di hotel telah berhasil karena penghematan yang dilakukan cukup besar.

Menurut Yuddy, dalam dua bulan terakhir, kebijakan tersebut telah menghemat anggaran negara sebesar Rp 5,12 triliun. Jumlah ini dinilai akan terus meningkat ke depannya.

"Dalam dua bulan saja sampai awal Februari penghematan karena rapatnya di internal di kantor pemerintah mencapai Rp 5,12 triliun. Ini masih terus dihitung, dan akan makin besar penghematannya. Itu data resmi dari BPKP, ini sesuatu yang baik," ujarnya dalam acara Golf Gathering IKA MM FEB Unpad, di Jakarta, Minggu (1/3/2015).

Dia menyatakan, jika anggaran sebesar itu bisa didapatkan dari penghematan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah saja, maka akan banyak infrastruktur termasuk program sosial masyarakat yang bisa direalisasikan.

"Anggaran ini kembali ke pemerintah dan akan dialokasikan ke kegiatan yang lebih bermanfaat seperti bikin puskesmas, laboratorium, subsidi pupuk, beli traktor," tandasnya.

Seperti diketahui, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah mengeluarkan surat edaran Menteri PAN-RB Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan atau Rapat di Luar Kantor.

Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra karena selain dapat menghemat anggaran negara namun dikhawatirkan akan mematikan bisnis hotel karena selama ini banyak kegiatan Kementerian atau Lembaga (K/L) yang dilaksanakan di hotel.

Sayangnya, larangan menggelar rapat di hotel bagi pegawai di kementerian dan lembaga negara tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja pariwisata. Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi Edison SH mengatakan hal ini karena larangan tersebut akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dikalangan pekerja pariwisata.

"Karena dengan munculnya surat edaran tersebut okupansi hotel yang tadinya 70 persen sampai dengan 80 persen drop menjadi 30 persen-40 persen," ujar Edison. Dia menjelaskan, ketika larangan tersebut dikeluarkan, pemasukan di bidang perhotelan semakin lesu.

"Jadi dengan adanya surat edaran tersebut tingkat hunian di perhotelan 40 persen hilang dan pengusaha hotel  tidak bisa membayar upah pekerjanya," pungkasnya. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya