Liputan6.com, Jakarta - Swasembada pangan menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di masa awal kepemimpinannya. Pemerintah menargetkan swasembada beras dan jagung dapat terwujud dalam tiga tahun ke depan.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi‎, Muhammad Nasir‎ mengungkapkan, Indonesia dinilai perlu mencontoh China dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas padi di Indonesia dari segi teknologi.
‎
Baca Juga
"Mereka (Tiongkok) sudah mengembangkan teknologi penanaman hibrid dalam pengembangan pertanian, itu menjadi tantangan buat kita untuk seperti mereka," kata Nasir di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Jumat (20/3/2015).
Advertisement
Nasir menjelaskan, saat ini petani di Indonesia dalam menanam padi maksimal hanya dapat menghasilkan gabah 9-10 ton per hektar (ha). Sementara di Tiongkok yang menggunakan metode hibrid mampu menghasilkan gabah mencapai 12-15 ton‎ per ha.
Sebenarnya para petani di Indonesia beberapa sudah menerapkan teknologi penanaman hibrida ini, hanya saja dalam bidang penyuluhan dan pembinaan penanaman dengan metode tersebut masih belum banyak dikenal masyarakat.
‎
Seperti diketahui, dengan model benih padi hibdrida, satu kilogram (kg) benih padi biasa dihargai sekitar Rp 5.000-Rp6.000/kg, sedangkan padi hibrida bisa mencapai Rp 45.000-50.000/kg. Siapa yang tidak tergiur dengan nilai jual yang begitu tinggi. Apalagi beras adalah makanan pokok utama rakyat Indonesia, sehingga petani pasti mencarinya.
Benih yang tidak bisa ditanam lagi ini membuat para pengusaha berlomba-lomba membuat benih padi hibrida sendiri, membeli lisensi dari peneliti padi hibrida, atau hanya sebagai pengimpor murni.
Oleh karena itu, Nasir menjelaskan, penelitian padi hibrida dan selanjutnya diajarkan ke para petani adalah tambang emas bagi dunia penelitian padi dan tentu saja bagi pengusaha. ‎ (Yas/Ahm)