Harga BBM Naik, Rakyat Kian Tercekik

YLKI meminta kepada pemerintah tak mencabut subsidi secara serentak sebelum menyiapkan skema kebijakan mengamankan atas dampak yang timbul.

oleh Fiki AriyantiYandhi Deslatama diperbarui 01 Apr 2015, 18:13 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2015, 18:13 WIB
Harga BBM Berbeda di Setiap Kota
PT Pertamina (Persero) menilai, pajak daerah melalui Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) menjadi penyebab terjadinya perbedaan harga BBM, Jakarta, Senin (19/1/2015). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menganggap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 500 per liter mulai 28 Maret 2015 sebagai kebijakan tanpa empati. Rakyat semakin tercekik mengingat pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terus menambah beban hidup konsumen.

Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengungkapkan harapan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan lebih baik setelah Jokowi menjadi Presiden, terbukti sia-sia. "Kenaikan harga BBM tanpa empati, tidak memperhatikan masyarakat dan daya beli konsumen," kritik dia saat Konferensi Pers Kenaikan Harga
BBM di kantornya, Jakarta, Rabu (1/4/2015).

Alasannya, kenaikan harga BBM dilakukan saat ada lonjakan harga bahan pangan seperti beras, sembako dan kenaikan lain, diantaranya tarif tol, tiket kereta api serta agresif mengenakan berbagai pajak kepada konsumen.

Kritikan YLKI, Tulus berpendapat, pemerintah telah gagal mewujudkan tarif angkutan umum yang adil bagi masyarakat dan operator. Harga BBM fluktuatif, akibatnya tarif angkutan umum bergejolak pula. Hal ini berujung terjadinya konflik antara penumpang dan supir angkutan.

"Kalau ada angkutan umum yang secara sepihak dinaikkan Organda atau perusahaan jasa angkutan, maka itu ilegal. Karena tarif cuma bisa dilakukan oleh Gubernur," tegasnya.

Pemerintah, sambung dia, diminta tidak mencabut subsidi secara serentak sebelum menyiapkan skema kebijakan untuk mengamankan atas dampak yang timbul, termasuk menerapkan harga BBM secara fluktuasi.

"Jadi ini tidak adil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) minta masyarakat harus merasa terbiasa dengan harga BBM fluktuasi, sementara pemerintah tidak punya skema kebijakan untuk menekan dampak volatilitas harga BBM," lanjutnya.

YLKI pun menilai, pemerintah hanya menjadikan harga minyak mentah dunia sebagai kamuflase saja. Dijelaskan Tulus, kenaikan harga BBM dituding karena faktor nilai rupiah yang ambruk hingga ke level 13.000 per dolar AS.

"Pemerintah belum transparan, jika subsidi energi dicabut. Apa kompensasi atas pencabutan subsidi BBM? Dialokasikan kemana? Untuk apa? Buktikan dengan kebijakan konkret dan terukur. YLKI khawatir kenaikan harga BBM cuma untuk membayar selisih kurs karena pelemahan kurs rupiah," pungkas Tulus.

Namun sebenarnya, pemerintah telah menyiapkan kompensasi kenaikan harga BBM tersebut memalui Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) melalui Kementrian Sosial (Kemensos). Peluncurkan program tersebut dilakukan serentak di ibu kota provinsi pada Rabu (1/4/2015).



"Ini hari pertama serentak di ibu kota provinsi seluruh Indonesia. Masing-masing warga, mendapatkan bantuan Rp 600 ribu yang bisa dicairkan kapan saja," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansah, di Kantor Pos Serang, Banten, Rabu (01/4/2015).

Menurut Khofifah, jika Rumah Tangga Sasaran (RTS) belum ingin mengambilnya, maka dana akan tersimpan di Kantor Pos yang sudah ditunjuk menjadi penyalur dana tersebut. "kalau belum perlu, boleh disimpan di Kantor Pos, bisa di gunakan untuk sekolah, untuk juga digunakan untuk (modal) berdagang," tegasnya.

Kantor Pos yang di tunjuk sebagai penyalur bantuan PSKS ini siap memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berhak mendapatkan dana dari pemerintah tersebut. "Kantor Pos akan siap membantu program bantuan untuk warga," kata Direktur Ritel Pos Indonesia, Ngurah Putu Sugiyarta Yasa, di tempat yang sama.  (Fik/Yandhi Deslatama/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya