Pemerintah Ingin Masyarakat Ikut Kontrol Harga Beras

Harga eceran tertinggi beras diumumkan agar masyarakat dapat ikut mengontrol dan memiliki patokan harga sebagai acuan.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Apr 2015, 15:42 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2015, 15:42 WIB
Harga Beras Kian Melonjak
Pekerja saat mengemas beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Selasa (24/2/2015). Harga beras sejak 9 Februari 2015 melonjak hingga 30 persen, hal ini disebabkan belum meratanya panen di daerah produsen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana mengumumkan harga eceran tertinggi (HET) beras di tingkat pasar. Pengumuman itu untuk menghindari kenaikan harga bahan kebutuhan pokok seperti beras yang disebabkan oleh aksi ambil untung pihak-pihak tertentu.

Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel menyatakan, hal ini dilakukan agar masyarakat bisa ikut mengontrol dan memiliki patokan harga yang bisa dijadikan acuan.

"Saya lagi merencanakan untuk mengumumkan supaya masyarakat bisa mengontrol harga-harga tersebut. Ini bicara beras, yang lainnya nanti," ujar Rachmat di Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Minggu (12/4/2015).

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina. Namun agar hal ini bisa terlaksana, perlu adanya penentuan harga patokan secara tepat supaya tetap menguntungkan pedagang serta tidak memberatkan konsumen.

"Harus dicarikan harga yang paling ideal berapa kalau ketemu itu baru diumumkan. Jadi harga idealnya berapa. Harga beras yang ideal Rp 9.500 misalnya, itu maksudnya," lanjut Srie.

Selain itu, sebagai upaya untuk mengontorl harga bahan kebutuhan pokok di pasaran, Kemendag juga berencana membenahi sistem rantai distribusi yang selama ini dianggap terlalu panjang.

"Harusnya kalau mendengar pengalaman sebelumnya harusnya lebih rendah, sehingga dia bisa jual (beras) Rp 9.500 per kg. Pak menteri menugaskan kepada saya layer-nya diperpendek," tandas dia.

Rachmat mencurigai, selama ini lonjakan harga bahan kebutuhan pokok disebabkan oleh sistem distribusi yang terlalu panjang. Hal itu memicu banyak pungutan yang membuat harga di tingkat konsumen melambung. (Dny/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya