Liputan6.com, Jakarta - Cadangan minyak yang dimiliki Indonesia diperkirakan tidak akan bertahan lebih dari 11 tahun. Hal ini terjadi jika laju produksi minyak Indonesia terus berada pada kisaran 800 ribu barel per hari (bph).
Sekretaris SKK Migas Gde Pradyana mengatakan, masyarakat seharusnya menyadari Indonesia saat ini tidak lagi kaya akan sumber daya energi fosil seperti minyak bumi.
"Kita tidak sekaya yang kita bayangkan. Kita dihadapkan pada satu pilihan, di mana harus mengurangi energi fosil," ujarnya di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Dia menjelaskan, saat ini Indonesia hanya memiliki cadangan minyak sebesar 3,7 miliar barel atauu berada diurutan ke 27.
Jumlah ini jauh di bawah Venezuela yang menempati urutan pertama dengan 298,3 miliar barel, Saudi Arabia 265,9 miliar barel, Kanada 174,3 miliar barel, Iran 157 miliar barel, Irak miliar 150 barel, Kuwait 101,5 miliar barel, Uni Emirat Arab 97,8 miliar barel, Rusia 93 miliar barel, Libya 48,5 miliar barel dan Amerika Serikat (AS) sebanyak 44 miliar barel.
"Ini bakal terealisasi kalau pemakaian minyak di Indonesia konstan sebesar 800 ribu barel per hari," tandas dia.
Sebelumnya, mantan Wakil Kepala SKK Migas Abdul Muin menuturkan, cadangan minyak dan gas (migas) di Indonesia saat ini berada dalam kondisi krisis. Jumlah cadangan energi Indonesia hanya 0,6 persen dari seluruh cadangan dunia
"Ironinya, Indonesia masih menjadi eksportir minyak tertinggi di dunia," ujar Muin.
Ia mengatakan kondisi krisis ini luput dari kesadaran masyarakat yang tenggelam dalam kenikmatan meraup laba besar dari hasil eksploitasi migas. Dalam hal ini, jika krisis dibiarkan terjadi, maka dampak buruknya akan menyentuh aspek ketahanan negara, yaitu sektor politik dan sosial.
"Terkait dengan pertahanan, krisis migas akan mempengaruhi situasi politik, dan situasi politik akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat hingga mengancam terjadinya disintegrasi suatu negara," pungkas dia. (Dny/Ndw)