Liputan6.com, Jakarta - Benturan kepentingan antara masyarakat asal dan masyarakat pendatang menjadi salah satu sebab penolakan program transmigrasi di beberapa daerah. Program transmigrasi yang akan diluncurkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dianggap akan menjadikan masyarakat asal sebagai kelompok minoritas.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi, Marwan Jafar menilai penolakan yang dilakukan oleh warga yang daerahnya menjadi salah satu tujuan transmigran belum terlalu memahami konsep transmigrasi yang sedang direncanakan oleh Kementeriannya saat ini.
"Program Transmigrasi pada masa pemerintahan saat ini bukan hanya sekadar memindahkan orang dari satu tempat ke tempat yang lain, tapi juga ada pembekalan keahlian bagi transmigran dan penduduk setempat untuk memanfaatkan potensi SDA yang ada," ujar Marwan, kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (18/6/2015).
Advertisement
Marwan menyatakan, banyaknya persoalan di daerah transmigrasi, kebanyakan didominasi oleh benturan antara warga pendatang dan masyarakat asal di daerah setempat.
Karena itu, sebelum benar-benar menjalankan program transmigrasi, para transmigran dan masyarakat pribumi akan dimediasi agar tidak terjadi benturan kepentingan antara pendatang dan masyarakat asal.
"Ya nanti pemerintah akan fasilitasi, agar pendatang dan masyarakat pribumi bisa berbagi peran dalam memanfaatkan potensi SDA yang ada. Kalau semua masyarakat, baik pendatang maupun pribumi mempunyai kesadaran bersama untuk membangun daerah, saya kira program transmigrasi akan kembali bisa mencapai kesuksesan," tandas Marwan.
Kesuksesan transmigrasi, Marwan menuturkan memang diperlukan satu pemahaman bersama antara masyarakat pendatang dan masyarakat pribumi. Terbukti, program transmigrasi yang dijalankan sejak masa pemerintahan Soeharto berhasil membentuk desa-desa baru, bahkan berhasil membentuk dua provinsi baru di Indonesia.
"Asal semua persoalan bisa diselesaikan dengan musyawarah, program transmigrasi terbukti bisa mencapai keberhasilan di beberapa daerah di Indoensia," ungkapnya.
Sebelumnya, program transmigrasi yang dikemukakan oleh Marwan Jafar mendapat penolakan dari sebagian warga Sulawesi Utara (Sulut). Mereka menerbitkan petisi menolak Sulut sebagai salah satu daerah tujuan transmigran.
Selain warga Sulut, Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe menolak program transmigrasi yang direncanakan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Lukas menilai, masyarakat Papua akan merasa menjadi warga minoritas di tanahnya sendiri. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan sosial, yang memicu terjadinya konflik antar masyarakat asli Papua dan non asli Papua.
Sebelumnya, Marwan Jafar menyatakan ada sebanyak 30 pemerintah daerah yang menandatangani nota kesepakatan bersama bidang transmigrasi dalam lingkup kerja sama antar daerah antara daerah pengirim dan penerima transmigran.
Dari 30 daerah tersebut 17 merupakan pemerintah provinsi dan 13 kabupaten/kota. Adapaun tujuh provinsi pengirim transmigran yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat.
Sementara 10 provinsi penerima transmigran yaitu Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Maluku. (Tanti Y/Ahm)