Pemerintah Bakal Revisi PP BPJS Ketenagakerjaan

Menko Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah akan akomodasi penolakan terkait pencairan dana JHT dengan revisi aturan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Jul 2015, 16:59 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2015, 16:59 WIB
Pemerintah Keluarkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk Perkuat Rupiah
Menko Perekonomian Sofyan Djalil memberi keterangan pers usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/3/2015). Pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi untuk memperkuat nilai tukar rupiah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan baru pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) memicu penolakan dari serikat pekerja. Penentangan ini akan diakomodir pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dengan membuat aturan peralihan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengungkapkan, Peraturan Pemerintah (PP) JHT merupakan turunan dari Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).  Dalam pasal 37 Ayat 1-5 maka ketentuan program jaminan hari tua berlaku untuk masa kepesertaan 10 tahun atau saat usia peserta memasuki 56 tahun.

"Kalau UU sebelumnya tidak ada ketentuan itu. Dulu, orang boleh cairkan JHT setelah memasuki masa kepesertaan 5 tahun. Tapi di UU sekarang benar-benar dipersiapkan untuk hari tua," jelas dia saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (3/7/2015).

Sofyan menilai, protes dari masyarakat maupun serikat pekerja mengenai dana Jaminan Hari Tua sangat beralasan jika pekerja tiba-tiba terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sementara dana JHT baru bisa ditarik 10 tahun.

"Kalau misalnya orang kena PHK, ada baiknya mereka bisa ambil sekarang karena itu lebih penting dibanding hari tua. Hari tua kita pikirkan besok," ucap Sofyan.

Untuk mengakomodir usulan tersebut, kata Sofyan, pemerintah mempunyai dua opsi, berupa revisi PP atau membuat peraturan peralihan. Saat ini pemerintah sedang mempertimbangkan membuat draft perubahan PP, sehingga nanti akan ada masa transisi.

"Jika ubah UU prosesnya panjang. Yang pasti kita mau akomodir komplein ini. Misal saya punya JHT di BPJS sebesar Rp 5 juta, lalu saya tiba-tiba kena PHK jadi butuh modal. Lebih baik diambil dulu, nanti kalau saya kerja, saya masuk lagi menjadi peserta JHT," papar dia.  

Sebelumnya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Gerakan Buruh Indonesia terdiri dari 40 federasi dan 4 konfederasi serikat buruh tingkat nasional berencana turun ke jalan dan menuntut beberapa hal mengenai BPJS Ketenagakerjaan.

Salah satunya soal menolak pencairan JHT selama 10 tahun dengan pengambilan dana 10 persen. Mereka ingin peraturan lama diberlakukan kembali di mana dana JHT dapat diambil dengan masa kepesertaan 5 tahun dan porsinya 100 persen.

Seperti diketahui, pemerintah secara resmi telah mengubah aturan pencairan JHT mulai 1 Juli 2015 berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 37 ayat 1-5.

Di aturan baru itu, syarat pencairan klaim manfaat JHT minimal 10 tahun telah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Saat masa kepesertaan 10 tahun maka peserta dapat mencairkan 10 persen dari saldo JHT. Selain itu, peserta dapat mencairkan dananya 30 persen khusus pembiayaan perumahan.

Sedangkan pencairan seluruh dana JHT 100 persen hanya bisa dilakukan setelah peserta berusia 56 tahun. Bagi peserta yang mengalami cacat permanen atau meninggal sebelum masa pensiun dapat mencairkan nilai manfaat seluruhnya. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya