Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyiapkan jurus untuk menutupi kerugian PT Pertamina (Persero) untuk menjual Bahan Bakar Minyak (BBM).
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengatakan pemerintah terus memantau perkembangan harga minyak yang melatarbelakangi pembentukan harga BBM.
Baca Juga
Sebelumnya harga minyak mentah AS untuk pengiriman Agustus tercatat naik US$ 21 sen menjadi US$ 50,36 per barel, setelah tergelincir ke US$ 49,77 per barel.
Advertisement
Minyak mentah AS pengiriman September menetap di US$ 50,86 per barel, atau naik 42 sen. Harga minyak jenis Brent untuk pengiriman September naik US$ 39 sen menjadi USS 57,04 per barel.
"Menyinggung soal tentang bagaimana kelola harga BBM ke depan. Kecenderungannya saat ini sedang turun dan kemungkinan bisa turun lagi. Yang jadi faktor yang harus diperhatikan adalah kurs rupiah," kata Sudirman, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (22/7/2015).
Sudirman menambahkan, beberapa saat lalu patokan harga (Mean Of Singapore/MOPS) mengalami kenaikan, pemerintah tetap menahan harga BBM, namun Pertamina menombok.
"Tetap saja posisi kita adalah melihat dengan cermat perkembangan. Jangan lupa beberapa waktu yang lalu Pertamina menanggung selisih negatif karena kita punya kebijakan ingin menstabilkan harga," tutur Sudirman.
Ia mengungkapkan, jika belakangan harga minyak menurun, pemerintah tidak akan langsung menurunkan harga BBM. Hal itu lantaran kelebihan harga dari penurunan harga minyak akan dikembalikan ke Pertamina untuk menutupi kerugian atas penjualan BBM saat harga minyak naik.
"Nanti kalau harga minyak turun tidak akan buru-buru turun. Karena kita harus kompensasi apa yang jadi kerugian Pertamina kemarin. Dan itu adalah wujud pemerintah dalam kelola masalah subsidi," kata Sudirman. (Pew/Ahm)