Jack Ma: Saya Tak Khawatir Ekonomi China Melambat

Pendiri Alibaba, Jack Ma menilai, perhatian semua pihak terhadap ekonomi China melambat mencerminkan kepentingan global.

oleh Ifsan Lukmannul Hakim diperbarui 25 Okt 2015, 18:30 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2015, 18:30 WIB
Ditolak dari 30 Pekerjaan Sebelum Menjadi Pria Terkaya di Cina
Simak cerita Jack Ma sebelum menjadi pria paling kaya di Cina.

Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi China kini menjadi pusat perhatian mulai dari bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) hingga pemerintah negara berkembang. Namun perlambatan ekonomi China tidak menjadi kekhawatiran untuk orang kaya ini.

Salah satu pendiri perusahaan raksasa ritel online China Alibaba, Jack Ma melihat ekonomi China melambat tidak menjadi masalah besar. Dalam sebuah surat kepada investor yang diserahkan pada pertengahan Oktober, Ma mengatakan, kalau perlambatan ekonomi seharusnya tidak menjadi kekhawatiran.

"Baru-baru ini, sinyal perlambatan ekonomi China telah memicu kekhawatiran yang meluas, dan saya percaya ini reaksi berlebihan di seluruh dunia," tulis Ma seperti dikutip dari laman Business Insider, seperti ditulis Minggu (25/10/2015).

Bagi Ma, perhatian semua pihak tersebut mencerminkan kepentingan global terhadap ekonomi China. Ia juga berpikir, kalau terus berusaha untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi dua digit seperti di masa lalu tidak realistis.

"Pola pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) saat ini tidak berkelanjutan. Bahkan jika China terus mengejar tingkat pertumbuhan yang tinggi dari masa lalu maka China akan membayar harga tinggi," kata Ma.

Ma menambahkan, kerusakan lingkungan dan tingkat pertumbuhan tinggi telah begitu parah. Ada hal lain menguntungkan menghadapi perlambatan ekonomi.

"Pembangunan ekonomi China tidak lagi membutuhkan peningkatan jumlah, tetapi meningkatkan kualitasnya. China adalah ekonomi terbesar kedua di dunia, dan bahkan dengan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) lebih dari lima persen. Tingkat pertumbuhan lebih dari dua kali lipat dari negara maju," ujar Ma.

Ma juga menunjukkan kalau, saat ini ekonomi China bergeser dari investasi ke konsumsi. "Semua dalam perekonomian China memiliki potensi besar. Ini tidak akan mudah, tapi masa depan "keajaiban ekonomi" China akan terletak pada kemampuannya untuk meningkatkan produktivitas dan penggunaannya data yang besar. Internet juga merangsang konsumsi domestik dan menghasilkan peluang pengembangan," jelas Ma.

Ma juga menuturkan, sebagian besar produk dan layanannya tidak dapat diakses di luar China. Hal ini membuatnya sulit bagi pemegang saham di luar negeri dan para pemangku kepentingan untuk memahami perusahaan dan bagaimana rasanya menjadi pelanggan Alibaba.

"Akibatnya, banyak yang mencoba untuk memahami kami melalui lensa luar, dan mungkin tidak memiliki pemahaman penuh dari siapa dan apa yang kami lakukan," ujar Ma.

Alibaba kemungkinan besar akan memainkan peran kunci untuk pergeseran ekonomi berbasis konsumen.  Ma mengharapkan penjualan ritel dapat tetap tumbuh meski ada penurunan penjualan ritel sekitar 9 persen.

Alibaba termasuk peritel besar di China. Perseroan memperkirakan ada 367 juta pengguna layanan untuk menghabiskan sekitar US$ 1.056 atau sekitar Rp 14,37 juta (asumsi kurs Rp 13.613 per dolar Amerika Serikat) per orang per tahun. Jadi dunia mungkin khawatir tentang ekonomi China, tetapi tidak menganggu salah satu orang terkaya di negara itu. (Ilh/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya