BI: Wakaf Jadi Instrumen Pengentasan Kemiskinan

Sektor wakaf telah menjadi instrumen yang signifikan dalam masa kekaisaran Turki Usmani.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 28 Okt 2015, 20:00 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2015, 20:00 WIB
Deputi Gubernur Senior, Mirza Adityaswara menjadi pembicara dalam acara High level panel discussion innovation in sukuk issuance for achieving higher linkage betwwn real and financial sectors.
Deputi Gubernur Senior, Mirza Adityaswara menjadi pembicara dalam acara High level panel discussion innovation in sukuk issuance for achieving higher linkage betwwn real and financial sectors. (Foto: Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Dalam acara High level panel discussion innovation in sukuk issuance for achieving higher linkage betwwn real and financial sectors yang digelar Bank Indonesia (BI) di Surabaya Jawa Timur, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara menjelaskan bahwa peningkatan kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh pemerintah melalui implementasi berbagai program kebijakan. 

Peningkatan kesejahteraan masyarakat seringkali dikaitkan dengan indikator ekonomi seperti tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat dipertahankan tinggi dan stabil untuk jangka waktu yang cukup lama.

"Namun demikian, pada kenyataannya, selain tantangan dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan, disparitas pendapatan dalam masyarakat telah menjadi isu yang cukup krusial untuk dapat segera dipecahkan," tutur Mirza, Rabu (28/10/2015).

Ia menambahkan, beberapa studi menunjukkan bahwa gap antara high-income dengan low-income society semakin melebar. Berbagai program pengentasan kemiskinan telah dikembangkan di banyak negara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Dari sisi penyedia jasa, berbagai elemen dapat berkontribusi terhadap program pengentasan kemiskinan yang mencakup pemerintah, lembaga perbankan, asuransi, pasar modal maupun lembaga berbasis sosial seperti zakat dan wakaf.

"Ketergantungan kepada sektor komersil guna mendukung program akses keuangan kepada low-income society memiliki keterbatasan mengingat sektor komersil memiliki target return dan batasan risiko yang tidak dapat dipenuhi oleh sektor ekonomi kecil dan mikro," imbuh Murza.

Mirza menyatakan bahwa di sisi yang lain, pemerintah pun memiliki keterbatasan dalam memberikan akses keuangan.

Sektor wakaf merupakan "a sleeping giant" sektor keuangan sosial syariah di Indonesia dan memiliki potensi dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur, fasilitas sosial  seperti sekolah, rumah sakit, panti asuhan, di samping tentunya fasilitas keagamaan seperti Islamic center yang modern dan bersifat multi fungsi.

"Apabila kita menengok sejarah perkembangan keuangan syariah, sektor wakaf telah menjadi instrumen yang signifikan dalam masa kekaisaran Turki Usmani, dimana instrumen wakaf telah dipergunakan secara luas dalam menopang perekonomian negara khususnya dalam bentuk fasilitas pendidikan (dalam bentuk madrasah dan universitas), rumah ibadah (masjid), dan fasilitas sosial lainnya," tegas Mirza.

Mirza juga menegaskan bahwa banyak universitas besar yang masih berdiri pada saat ini dibangun di atas aset dan dikembangkan dengan menggunakan dana wakaf seperti Universitas Al Azhar – Mesir yang didirikan pada tahun 972 masehi.

"Berbagai fasilitas di kampus Al Azhar, termasuk buku-buku dan beasiswa bagi mahasiswa yang disediakan secara gratis dan dibiayai dari instrumen wakaf. Mekanisme ini telah berlangsung selama lebih dari 1000 tahun," pungkas Mirza. (Dian Kurniawan/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya