Rizal Ramli: Kasus Freeport Menandakan Elite RI Gampang Disogok

Menko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli menganggap langkah pelaporan yang dilakukan Menteri ESDM ke MKD sebagai sebuah sinetron

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Nov 2015, 13:16 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2015, 13:16 WIB
20150723-Rizal Ramli
Rizal Ramli (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengatakan, terkuaknya isi rekaman politikus Senayan berinisial SN yang diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang berujung pada permintaan saham menunjukkan bahwa betapa bobroknya perilaku para elite politik di negeri ini. Rizal melanjutkan, adanya pencatutan nama tersebut sangat tidak etis karena hanya untuk memperkaya diri sendiri.

Menurut Rizal, Indonesia dapat mengambil hikmah atas terbongkarnya kasus tersebut karena memberi pelajaran betapa buruknya elite politik bangsa ini lantaran hanya mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan nasional.

"Pelajaran bahwa elite kita ini banyak yang brengsek, seenaknya sendiri, hanya mengurus kepentingannya, bukan kepentingan bangsa. Kita perlu belajar dan mengoreksi kesalahan di masa lalu dalam pengelolaan sumber daya alam," ia menerangkan di acara Core Economic Outlook 2016 di Hotel JS Luwansa, Rabu (18/11/2015).

Rizal menilai, inilah waktu yang tepat bagi Indonesia untuk menulis sejarah ulang pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik demi kelangsungan hidup anak cucu di masa depan.

"Selama ini bangsa kita dirugikan, mereka (Freeport) membayar royalti kecil, membuang limbah seenaknya, tidak ada divestasi. Itu bisa terjadi karena pejabat-pejabat, dan elite Indonesia gampang disogok, dilobi, jadi jubir kepentingan asing," sahut Rizal.


Namun, Rizal menganggap kisruh lanjutan antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dengan anggota DPR karena Sudirman melaporkan salah satu anggota dewan ke Mahkamah Konstitusi Dewan Perwakilan Rakyat (MKD) yang kemudian menyeret nama Menko Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan adalah sebuah sinetron.

"Kita nikmati saja semua proses karena ini bagaikan sinetron tentang perkelahian dua geng. Geng ini kadang-kadang bersekongkol, tapi di lain kesempatan mereka bertengkar. Sinetron ini diperlukan, supaya terbuka semua. Semakin terbuka, semakin bagus buat Indonesia," pungkasnya. 

Untuk diketahui, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan seorang anggota DPR ke MKD. Anggota dewan itu diduga menjanjikan kelancaran proses perpanjangan operasi PT Freeport Indonesia dengan imbalan saham.

Sudirman mengatakan, ia telah melaporkan nama, waktu, tempat kejadian, dan pokok pembicaraan yang dilakukan salah satu angota DPR dengan pemimpin PT Freeport Indonesia.

"Pertemuan tadi bermaksud agar MKD dapat menindaklanjuti dengan proses institutional dan konstitusional," kata Sudirman, usai bertemu dengan MKD di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Senin 16 November 2015.

Sudirman menyebutkan kronologis pertemuan anggota DPR tersebut dengan pemimpin PT Freeport Indonesia, sebagai berikut:

1. Seorang anggota DPR bersama dengan seorang pengusaha telah beberapa kali memanggil dan bertemu dengan pemimpin PT Freeport Indonesia.

2. Pada pertemuan ketiga yang dilakukan Senin, 8 Juni 2015 antara jam 14.00-16.00, bertempat di suatu hotel kawasan Pacific Place SCBD, Jakarta Anggota DPR tersebut menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PT Freeport Indonesia dan meminta PT Freeport Indonesia memberikan saham yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Anggota DPR tersebut juga meminta diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika, dan meminta PT Freeport Indonesia menjadi investor sekaligus ‎pembeli tenaga listrik yang dihasilkan dari proyek tersebut," tutur dia.

Menurut Sudirman, seorang anggota DPR menjanjikan suatu cara penyelesaian kepada pihak yang sedang bernegosiasi dengan negara seraya meminta saham perusahaan dan saham proyek pembangkit listrik merupakan tindakan yang tidak patut dilakukan.

"Tindakan itu bukan saja melanggar tugas dan tanggung jawab seorang anggota dewan karena mencampuri tugas eksekutif, tetapi juga mengandung unsur konflik kepentingan, lebih tidak patut lagi melibatkan pengusaha swasta," ujar dia. (Fik/Gdn)*

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya