Pengamat: Kekurangan Penerimaan Pajak Tertinggi dalam Sejarah

Sepanjang Januari hingga November 2015 utang pemerintah bertambah Rp 466,04 triliun atau naik 17,86 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Jan 2016, 06:40 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2016, 06:40 WIB
Pajak
(Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Realisasi penerimaan pajak sepanjang 2015 kemarin mencapai Rp 1.055 triliun. Realisasi tersebut masih kurang Rp 239 triliun dari target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang tercatat Rp 1.294 triliun. Pemerintah berjanji kekurangan setoran pajak tidak melebihi Rp 195 triliun di akhir tahun ini.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengkritisi pencapaian penerimaan pajak yang telah melampaui Rp 1.000 triliun dan disebut-sebut sebagai rekor bersejarah bagi Indonesia.

"Rekor karena mencapai Rp 1.000 triliun lebih, omong kosong, yang benar lihat shortfall lebih dari Rp 200 triliun, target tidak tercapai. Shortfall terbesar sepanjang sejarah," tegas Enny saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (4/1/2016).

Kondisi tersebut kata Enny, menandakan bentuk pengelolaan keuangan yang buruk dari pemerintah. Karena parahnya lagi, sambungnya, utang pemerintah membengkak luar biasa besar. "Utang 2015 juga paling tinggi," ujarnya.

Dari data INDEF, sepanjang Januari hingga November 2015 utang pemerintah bertambah Rp 466,04 triliun atau naik 17,86 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Realisasi utang ini membengkak hampir dua kali lipat jika dibandingkan 2014, yang juga lebih tinggi 9,82 persen dari 2013 atau sebesar Rp 233,2 triliun. Sementara total utang pemerintah pusat hingga November 2015 menembus Rp 3.074,82 triliun.

"Penyerapan anggaran pun yang terburuk, hampir Rp 300 triliun yang tidak diserap. Pencairan penyertaan modal negara (PMN) baru sekitar Rp 22 triliun. Benar-benar pengelolaan keuangan yang buruk," kata Enny.

Pemerintah ke depan, sarannya, harus realistis dalam memasang target di APBN-P 2016 serta memastikan program-program yang sudah disusun di Kementerian/Lembaga maupun belanja pemerintah tidak terlambat lagi eksekusinya.

"Kalau birokrasi masih begini terus, percuma saja percepatan tender proyek di akhir tahun ini. Peran pemerintah dalam kontribusi PDB memberi multiplier effect ke sektor riil, UMKM dan pada akhirnya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di 2016," harap Enny.

Berbeda, Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo justru mengapresiasi kinerja Kementerian Keuangan karena mampu mencapai setoran penerimaan negara cukup tinggi ‎dan menjaga defisit APBN 2015 di bawah ambang batas 3 persen. 

"Walaupun pencapaian sudah optimal sebagai buah kerja keras, pemerintah sebaiknya tidak berpuas diri dan segera mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan di 2015 agar kinerja lebih baik di 2016. ‎Situasi krisis harus cerdas dimanfaatkan sebagai momentum perbaikan arsitektural fiskal yang menyeluruh guna mendukung kesinambungan fiskal," imbau Prastowo. (Fik/Gdn)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya