Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia atau Indonesia National Air Carrier Association (INACA) menjadikan liberalisasi penerbangan ASEAN (ASEAN Open Sky) sebagai sebuah peluang untuk meningkatkan bisnis penerbangan.
Ketua Umum INACA, M Arif Wibowo mengatakan, maskapai nasional tak gentar menghadapi liberasi penerbangan. Alasannya, sebagian besar maskapai penerbangan nasional sudah melakukan persiapan untuk menghadapi liberasisasi tersebut. Oleh sebab itu, Arif yakin bahwa segala tantangan bisa dihadapi dengan baik.
"Di awal 2016 ini merupakan permulaan dari Open Sky 2016. Kami semua anggota INACA sebagai pelaku usaha sejak awal telah menyiapkan diri sehingga bisa menghadapi segala rintangan ke depan," kata Arif, di Jakarta, Jumat (8/1/2016).
Menurut Arif, Open Sky ASEAN bisa dijadikan peluang untuk melebarkan sayap, sehingga dapat menciptakan kemakmuran bagi maskapa‎i nasional, baik penerbangan terjadwal, charter dan kargo. "Open Sky itu bisa digunakan untuk mengambil manfaat setinggi-tingginya oleh maskapi nasional," ungkapnya.
Baca Juga
Arif juga meyakini, prospek pertumbuhan penerbangan 2016 lebih baik ‎dari 2015, karena pemerintah telah mendukung dengan memberikan insentif pembebasan bea masuk suku cadang pesawat sebesar 10 persen. Hal tersebut tercantum dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VIII.
"Prospek pertumbuhan 2016 lebih baik dari 2015, Pemerintah telah memberikan sinyal positif melalui paket kebijakan ekonomi jilid VIII yang sebagian besar mengakomodir pelaku usaha penerbangan," jelasnya Arif.
Untuk diketahui, pemerintah telah mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid VIII pada 21 Desember 2015 kemarin. Salah satunya memberikan insentif untuk sparepart atau suku cadang pesawat dengan tarif bea masuk nol persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menuturkan pihaknya menderegulasi peraturan sehingga tarif bea masuk nol persen diberikan untuk sparepart pesawat. Selain itu, tidak perlu ada rekomendasi agar perusahaan penerbangan segera mendapatkan sparepart tersebut.
"Tarif bea masuk di nol kan saja sehingga tidak perlu ada rekomendasi dengan demikian perusahaan penerbangan yang memerlukan sparepart kapan pun dapat mendatangkan dan memperoleh dengan cepat," ujar Darmin.
Ia mengatakan, industri penerbangan Indonesia berkembang selama beberapa tahun terakhir. Hal itu ditunjukkan dari pembelian dan penyewaan pesawat terus bertambah.
Akan tetapi, sayang hal itu tidak diikuti dengan bagaimana menopang perawatan dan pemeliharaan sparepart pesawat. Alhasil industri penerbangan harus melakukannya di luar negeri.
"Selama ini bea masuk cukup tinggi di kisaran 5-10 persen bahkan ada yang 10 persen. Ini karena tidak dihasilkan di dalam negeri, maka aturan sekarang itu bea masuk ditanggung pemerintah," kata dia.
Dengan insentif yang diberikan, Darmin mengharapkan hal itu dapat mempermudah pemeliharaan dan perawatan pesawat dalam negeri. "Namanya sparepart tidak mudah dibuat di mana-mana harus ada lisensi pabrik di sana," kata dia. (Pew/Gdn)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6